Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi│Menggali Kosakata yang Dipanasi Magma

Diperbarui: 13 Agustus 2018   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Seperti biasa. Aku harus menggali kosakata yang tertimbun dalam di perut bumi merenangi magma. Di sana aku bisa mendapati kata yang tepat untukmu seperti apa. Supaya aku tidak hanya berhenti pada mengagumi pagi. Tapi juga meletakkanmu di puncak gunung tinggi.

Kau jelas-jelas seorang koki. Meramu arti sebuah frasa dengan bumbu-bumbu yang diekstrak dari hati. Sajianmu istimewa. Terutama saat dihidangkan pada pesta kekeringan di musim panas yang menghabisi dingin tubuh dan menguras keringat di kepala.

Jikalau kau sempat duduk di sampingku. Menikmati semilir angin yang berlalu lalang menggerus jemu. Mungkin kita bisa saling bertukar langit. Langitmu adalah biru. Sedangkan langitku banyak dikuasai abu-abu. Bukankah kau perlu hujan dan aku menginginkan terang?

Lalu kita bisa berteriak sekeras terompet kapal perang. Menantang senja dan juga mengusir airmata. Di setiap senja kita selalu nyaris menyerah terhadap lupa. Di setiap airmata kita lupa bagaimana indahnya senja. Kenapa kita tidak bersama-sama menaklukkan mereka? 

Bukan berarti lantas kita menempatkan diri sebagai penjajah makna. Kita paham harus bagaimana memperlakukan cinta. Menempatkannya tepat di biji mata. Bukan cuma piala yang dipajang di lemari kaca. Mata tak bisa berdusta. Kecuali jika lagi-lagi dikaburkan oleh airmata.

Jakarta, 13 Agustus 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline