Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Bunga Mata Boneka

Diperbarui: 11 Maret 2018   21:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wanita yang terlihat kaya itu bersikukuh tak mau pergi.  Segala cara telah dilakukannya untuk meyakinkan si pemilik bunga.

"Tolonglah Bu! Suami saya tidak akan kunjung sembuh jika tidak segera mendapatkan Bunga Mata Boneka sebagai obatnya.  Saya sanggup membayar Ibu berapa saja untuk bunga itu.  Sekarang juga."

Si pemilik bunga termangu sejenak.  Jika menuruti kata hati, ingin rasanya dia memberikan saja bunga langka satu-satunya miliknya.  Apalagi itu untuk obat katanya.  Tapi ucapan wanita itu sedikit tidak masuk akal.

"Ini syarat yang harus kami penuhi agar tenung yang mengganggu suami saya cepat pergi."

Kalimat inilah yang membuat pemilik bunga membatalkan niatnya.

-----

Keesokan harinya.  Hampir di jam yang sama.  Wanita itu kembali datang ke rumah pemilik bunga. 

"Ibu boleh menukar bunga ibu dengan apa saja.  Saya bersedia.  Uang? Berapa saja.  Barang? Apa saja.  Bahkan dengan kematian pun saya rela."

Si pemilik bunga terbelalak.  Kelihatannya wanita ini benar-benar sangat membutuhkan Bunga Mata Boneka.  Sampai-sampai tawarannya semakin tidak masuk akal.

"Ibu coba cari di toko bunga.  Bunga Mata Boneka memang sangat langka di negeri ini.  Tapi saya yakin pasti ada satu dua di toko bunga besar," pemilik bunga menjelaskan setelah tidak tahu lagi harus menolak dengan cara bagaimana.

Wanita itu terlihat sangat sedih.  Bulir-bulir airmata mulai jatuh di pipinya yang halus oleh bedak mahal.  Tak perlu waktu lama akhirnya wanita itu terisak-isak.  Tanpa berkata apa-apa lagi membalikkan badan pergi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline