Lihat ke Halaman Asli

Mengenangmu Lagi

Diperbarui: 12 Januari 2022   22:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mengenai rumah saya sudah terbiasa menghadapi sunyi di sana, hanya teriakan ibu yang memecah keheningan, atau denting arloji tua sebagai pengingat. 

Rumah mendadak  ramai malam ini, tepatnya di kepalaku sendiri. Di sana sedang sibuk berdialektika, memaki, memohon, memaafkan, tapi tidak juga sampai mengikhlaskan. 

Sambil berbisik, amigdala ;  Bagaimana? Kamu tidak mungkin melewatkan perayaan ini kan? Hanya sebentar saja, kemarilah Perayaan selalu menyenangkan bukan? Sekalipun itu merayakan kehilangan. Selorohnya

Sial batin ku mengamini permintaanya, rangkaian repetisi mulai erputar di kepala, memoar menyelinap di tengah rumpang. Seperti tersesat di belantara isi kepala sendiri, tapi tidak ingin menemukan jalan, stagnan di sana

Lagi, saya terlalu suka terjebak mengenangmu, terlalu sukar untuk kulerai datangnya. Sungguh membuatku makin meringkih, tidak bisa apa-apa

Tak apa ; Melegakan jika titik akhirnya adalah air mata, mengusahakan rela

_M




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline