Lihat ke Halaman Asli

Meti Irmayanti

senang membaca, baru belajar menulis

Kemarau yang Enggan Pergi

Diperbarui: 14 Desember 2020   19:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kredit Foto & Hak Cipta: Petr Horlek (Apod Indonesia)

ketika kemarau enggan pergi, rasaku seperti terpaku diujung mimpi, diselimuti resah yang tak berujung, kehilangan senja yang selalu basah

kemanakah perginya hujan?, yang telah kutunggu sejak kembang di halaman rumahku kehilangan kumbang yang selalu menemaninya

awan putih hanya berarak pergi, tak pernah menjadi mendung, bunga-bunga mangga di halaman  kini hanya menjadi sampah teronggok perih bersama daun kerontang yang berguguran

suara riuh rendah katak yang biasanya ramai di malam-malam desember ini, kini bungkam entah kemana?, pun juga dengan jangkrik yang selalu cerewet kini bagai putri malu yang enggan berbunyi

duhai kemarau apakah kau yang terlambat pulang? ataukah hujan yang terlambat datang?, yang aku tahu tagihan listrik ku mencekik leher karena AC di rumah tak pernah lagi padam

ada yang bilang ini karena la Nina tapi aku tak peduli, yang ku tahu la Baha orang dengan gangguan jiwa itu tak pernah lagi mencuci mukanya di selokan yang kini telah mengering

tapi kemarau aku takut mengutukmu, karena hujan yang kunanti pun, belum tentu datang bersama keramahannya, bisa jadi ia pun datang dengan kemarahannya,




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline