Lihat ke Halaman Asli

melisa emeraldina

TERVERIFIKASI

Menulis untuk Berbagi Pengalaman

Child Free, Keputusan Seorang Penakut

Diperbarui: 31 Agustus 2021   17:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pasangan Child Free (Freepik/marymarkevich)

Memiliki anak memanglah sebuah tanggung jawab besar. Bukan hanya soal melahirkan, tetapi juga materi, kasih sayang, pendidikan, perhatian, waktu dan segala tantangan lainnya.

Ibu saya pernah berkata "Melahirkan itu proses alami. Tuhan sudah merancang tubuh kita sedemikian rupa untuk bisa melahirkan".

Orang melahirkan sendiri pun nyatanya bisa.  Meski beresiko, ada sebagian orang yang terpaksa harus melahirkan sendiri tanpa bantuan medis baik bidan maupun dokter. Adapula yang melahirkan sebelum petugas medis datang, jadi dibantu orang yang sedang ada di lokasi. Nyatanya mereka tetap bisa hidup sehat. 

Jadi yakinkan diri Anda bahwa melahirkan bukan proses yang menakutkan. Sehingga jangan sampai Anda memutuskan untuk child free karena takut melahirkan. 

Memilih untuk memiliki anak atau tidak, merupakan hak pribadi seseorang. Terserah saja. Tapi bagi saya, segala pertimbangan seseorang untuk tidak ingin memiliki anak yang telah saya baca adalah keputusan seorang penakut.

Takut Tidak Dapat Memberikan yang Terbaik Alias Ketakutan Materi

Saya seorang pegawai di Jakarta. Lembur dan dinas ke luar Kota saya sangat tinggi. Setiap hari setidaknya saya sampai rumah pukul 21.00 karena jalan Jakarta juga macet. Jelas saya kelelahan dan saya pun kesulitan memiliki anak. Setelah 2 tahun menikah saya tak kunjung hamil. Lalu saya memutuskan untuk mengambil unpaid leave (cuti tanpa gaji) dan fokus untuk program memiliki keturunan.

Pendapatan rumah tangga saya jelas berkurang. DRASTIS! Saya berusaha beradaptasi dengan uang yang ada. Namun ajaibnya setelah beberapa bulan kemudian, suami saya mendapat tugas ini itu yang kalau dijumlah total sama dengan gaji dia ditambahkan gaji saya selama ini.

Sejak itu saya percaya perkataan suami saya "Rejeki kamu sudah digariskan dan diatur sama Allah."  Benar saja "gaji" saya tetap ada, tapi dititip melalui suami saya.

Jadi soal materi, memang perlu kerja keras. Tetapi juga perlu kita pasrah dan percaya pada Allah. Bahwa Allah akan jamin jika kita berusaha. Tentunya juga menyesuaikan gaya hidup dengan pendapatan yang ada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline