Lihat ke Halaman Asli

Meita Eryanti

TERVERIFIKASI

Penjual buku di IG @bukumee

Salahkah Masyarakat Bila Angka Golput Tinggi?

Diperbarui: 1 April 2019   05:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dari Harian Kompas tanggal 28 Maret 2019 (dokpri)

"Presiden Jokowi mengimbau kembali kepada masyarakat agar memilih untuk gunakan hak pilihnya terlebih dahulu dibanding berlibur. Beliau menjelaskan, dana untuk menyiapkan pesta demokrasi ini cukup besar. Sehingga sungguh sayang jika tidak ada warga yang menggunakan hak pilihnya. Beliau berharap, tak ada lagi pemilih golput."

Begitu yang aku baca di akun Instagram IDN Times.

Aku tahu beberapa orang yang menyatakan diri sebagai golongan putih (golput) dalam pemilu kali ini. Aku juga tahu orang-orang lain, dengan gencarnya, mengampanyekan untuk tidak golput. Salah satunya, Mbak Najwa Shihab. Beliau membuat vlog berjudul 'Alasan Basi Tidak Ikut Pemilu'.

Najwa Shihab dalam vlognya tersebut meminta orang-orang untuk mengenal calon wakil rakyatnya. Informasi tentang sosok wakil rakyat tersebut bertebar di internet, katanya. Kalau kita bisa tahu koleksi mobil Atta Halilintar, seharusnya kita juga bisa tahu calon wakil rakyat yang mau kita pilih.

Kalau setelah menelisik satu per satu calon wakil rakyat dan ternyata tidak ada kandidat yang meyakinkan bagaimana? Mbak Najwa Shihab, tetap meminta penontonnya untuk memilih. Seseorang harus terpilih untuk mewakili masyarakat di parlemen dan seseorang harus terpilih untuk menjadi presiden.

Baiklah... Baiklah...

Ngomong-ngomong, bukankah rangkaian pesta demokrasi yang disebut Pemilu ini bukan hanya 1 hari pada tanggal 17 April mendatang?

Rangkaian prosesnya sudah berjalan jauh-jauh hari dimulai dari partai politik mengajukan nama-nama orang yang akan maju, ke parlemen atau menjadi presiden; pemeriksaan nama-nama yang diajukan parpol oleh KPU; dan banyak tahapan lagi sehingga ditetapkanlah siapa yang bisa ikut berlaga memperebutkan kursi nomor 1 di Indonesia dan siapa yang bisa duduk di gedung DPR.

Terus, ada nggak sih yang mengatakan pada KPU atau partai politik: kerja yang benar, donk! Pemilu itu menghabiskan dana yang besar. Bikin seleksi yang serius. Masak calon presidennya itu lagi? Masak mantan narapidana korupsi boleh jadi caleg? Masak ada caleg yang ternyata adalah bandar sabu?

Segala beban diletakkan di pundak masyarakat. Selama Pemilu, masyarakat harus memilih. Selesai Pemilu, ketika ada sesuatu yang tidak beres dengan orang-orang pemerintahan, dibilangnya itu adalah pilihan rakyat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline