Dalam era globalisasi yang terus berkembang, paradigma tentang siapa yang dianggap produktif dalam dunia kerja semakin meluas.
Pada titik tertentu, usia sering kali dianggap sebagai faktor penentu dalam menilai kapabilitas seseorang dalam berkontribusi dalam lingkungan kerja.
Namun, dengan perubahan demografis yang menghadirkan populasi lansia yang semakin besar, terbuka pintu kesempatan baru untuk memperkaya tenaga kerja dengan pengalaman, kebijaksanaan, dan keterampilan yang dimiliki oleh lansia.
Konsep bahwa produktivitas tidaklah terkait secara eksklusif dengan usia membawa kita untuk merenung: mengapa perusahaan akan mempertimbangkan merekrut lansia, dan apa yang harus dipersiapkan oleh kedua belah pihak ketika memasuki era kerja yang lebih inklusif ini?
Dalam masyarakat yang terus berkembang, lansia tidak hanya merupakan kelompok yang terlupakan atau dipandang sebagai "selesai" dalam dunia kerja.
Sebaliknya, mereka merupakan sumber daya berharga yang dapat memberikan kontribusi berharga dalam berbagai aspek organisasi.
Dengan pengalaman yang luas dan pengetahuan yang telah diuji oleh waktu, lansia membawa perspektif yang berbeda dan wawasan yang mendalam dalam menghadapi tantangan yang kompleks.
Namun, kesempatan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana persiapan yang tepat dapat dilakukan baik oleh perusahaan maupun lansia itu sendiri.
Bagi perusahaan, mengakomodasi kebutuhan dan potensi lansia dalam lingkungan kerja modern memerlukan penyesuaian kebijakan, prosedur, dan budaya perusahaan.
Ini melibatkan investasi dalam sumber daya kesehatan, pelatihan, dan pengembangan untuk mendukung kesejahteraan dan produktivitas karyawan lansia.