Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan 60 tahun Astra menginspirasi Indonesia melalui gerakan #GenerAksiSehatIndonesia

Diperbarui: 30 November 2016   14:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

cover

Memaknai Perjalanan

Perjalanan yang indah adalah perjalanan yang menginspirasi. Begitulah Astra memaknai perjalanan bisnisnya. Sudah 60 tahun kini usianya, sudah cukup jauh perjalanan ini ditempuh sejak awal berdirinya. Susah-senang pada permulaan perjalanan dulu sudah mulai berbuah hasil nyata. Astra telah menjelma menjadi raksasa bisnis di negeri ini. Astra International telah memiliki enam lini bisnis yang didukung oleh 198 anak perusahaan dan sembilan yayasan. Armada besar ini pun terus menjelajah mencari permasalahan yang mungkin dapat diselesaikan. Penjelajahan dalam artian bukan hanya berbisnis mencari keuntungan semata tetapi juga selalu memberikan dampak nyata di setiap langkah yang ditempuh.

Salah satu jalan adalah melalui program Corporate Social Responsibility atau CSR. Astra telah menjalankan kegiatan tanggung jawab sosial sejak lebih dari 40 tahun yang lalu. Jalur yang dijelajahi dalam bidang ini ada empat pilar yakni Pendidikan, Lingkungan, Income Generating Activities (IGA) dan Kesehatan. Sejak tahun 1974 hingga kini telah tampak dampak yang telah diberikan pada masyarakat Indonesia. Pilar pendidikan telah membina 14.987 sekolah, Lingkungan telah berhasil menanam 3.567.237 pohon serta mengembangkan 17 kampung bersih yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dalam bidang IGA telah terbina lebih dari 853 kelompok dan 8.916 UKM dan terakhir dalam bidang kesehatan, salah satunya Astra telah mengobati 116.0693 pasien.

Bekal perjalanan yang dibawa cukup sederhana, yakni salah satu filosofi catur darma yaitu "menjadi milik dan bermanfaat bagi bangsa dan negara" atau dalam bahasa sederhana dimanapun Astra berada hendaknya terus memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar. Sebuah perjalanan penuh inspirasi demi mewujudkan sebuah mimpi sederhana, Astra bermimpi untuk menjadi kebanggan bangsa di tahun 2020.

Untuk itu perusahaan dituntut memenuhi tanggung jawab sosial melalui produk, layanan dan program lainnya CSR. Tujuannya adalah berbagai nilai yang tercantum dalam aksi CSR para pelaku bisnis dapat menginspirasi masyarakat untuk turut serta memberikan kebaikan pada orang lain.

Empat Pilar CSR Astra

Perjalanan itu berawal dari sebuah kisah haru anak bangsa.

Indonesia adalah negara kaya begitu kata banyak orang di dunia ini. Potensi Indonesia sudah dikenal harum di berbagai negara. Potensi kekayaan ini sayangnya masih belum dapat dimanfaatkan dengan baik dan belum dinikmati oleh rakyat secara keseluruhan. Dalam bidang kesehatan masih banyak rakyat yang belum mendapatkan akses ke layanan kesehatan secara merata. Bagian Indonesia yang mempunyai roda bisnis saja yang mempunyai peluang mendapatkan akses yang lebih besar. Untuk bagian terluar, belum banyak terjangkau.

Permasalahan kesehatan kemudian menjadi sebuah hal yang krusial untuk diselesaikan sebagaimana permasalahan pendidikan, lingkungan dan ekonomi. Distribusi kesehatan yang merata dengan memberikan akses yang sama pada seluruh rakyat haruslah menjadi perhatian utama. Astra melihat hal tersebut dan mulai melangkah untuk memberikan aksi nyata untuk memberikan perubahan. Kontribusi di bidang kesehatan pun menjadi hal yang diperjuangkan selama ini. Memang tak akan menyelesaikan semua permasalahan kesehatan yang ada, tapi gerakan itu merupakan bukti bahwa sebagai perusahaan yang telah melakukan perjalanannya di Nusantara selama berpuluh tahun sudah sepatutnya untuk memberikan andil bagi perubahan tersebut.

Salah satu permasalahan yang coba dipecahkan dalam beberapa tahun ini adalah terkait kesehatan mata. Berdasarkan fakta yang didapatkan dari data riset Kementerian Kesehatan tahun 2013 menyebutkan bahwa sekitar 10 persen dari 66 juta anak usia sekolah (5–19 tahun) mengalami gangguan mata akibat kelainan refraksi. Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan cahaya sehingga bayangan tidak fokus tepat di retina mata yang mengakibatkan penglihatan menjadi kabur. Selain itu terdapat 4,6% dari total populasi Indonesia atau setara 2 kali total populasi penduduk Singapura memakai kacamata refraksi. Angka pemakaian kacamata koreksi pun masih rendah, yaitu hanya 12,5%. WHO menyebut bahwa sekitar 90 persen dari kasus gangguan penglihatan ini diderita oleh masyarakat yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah.

Hal tersebut dialami oleh Rukun, seorang anak berusia 16 tahun yang menjadi siswa SMP Mekar Tanjung, Kecamatan Tanjung Priuk, Jakarta Utara. Rukun mengalami gangguan penglihatan sejak kecil. Meskipun kerusakan matanya cukup parah, seumur hidupnya tak pernah menggunakan kacamata untuk melihat. Alasannya sudah bisa ditebak, keterbatasan ekonomi yang membuat akses pada alat kesehatan ini menjadi tak nyata. Jangankan membeli kacamata, untuk membiayai kebutuhan pokok saja belum bisa terpenuhi. Akhirnya keterbatasan biaya untuk membeli satu kacamata itu membuat prestasi Rukun terganggu. Sebuah kisah haru penerus bangsa yang tak mampu melihat dunia hanya karena tidak mempunyai daya untuk mengakses kesehatan.

Foto Rukun diambil dari satu-indonesia.com

Kisah haru Rukun bukan hanya satu, ada jutaan anak bangsa dibelahan Nusantara ini yang memiki permasalahan yang sama. Tak mampu melihat dunia hanya karena tak mampu membeli kacamata. Kumpulan kisah-kisah ini adalah salah satu alasan Astra bergerak. Bergerak untuk membantu Rukun dan jutaan anak bangsa lain untuk dapat membaca dan melihat dunia lebih jernih.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline