Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Wajah yang Mengambang di Kamar

Diperbarui: 11 Februari 2019   22:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

#Cermin

Tak ada yang tahu bagaimana caraku mengabadikan wajahmu. Dalam tumpukan tanah yang masih basah, doa-doa berterbangan. Meminta tempat tinggal di sisimu.

Wajah lukismu nikmat di kenang kala malam. Lewat senyummu di balik bibir yang menggantung sering membuyarkan wiridkku. Luka dera yang kuterima bukanlah persoalan mengulang waktu. Percayaku waktu berlalu seperti angin. Kalau saja ditanya pintaku apa, sudah cukup lukisan wajahmu dan gantungan bibirmu menghias kamar kecil ini.

"Percaya, aku percaya, kau tahu bagaimana aku mengungkapkan rasa," tegasku di suatu malam.

Gelap tanpa cahya, wajahmu bersinar. Bibirmu mengambang di langit-langit kamar. Ingin disentuh lalu dicium penuh nafsu.

Membutakan harap adalah siksa paling kuat. Kala keinginan hanya manis di lorong jalan, aku hanya bisa tersenyum---mengantarkan senyummu yang kian pudar. Di antara tetesan darah dalam wajahmu adalah janji cintamu. Kau lukiskan kenangan yang abadi---meski tanah basah kan menjelma kerongkongan.

"Lakukan, apa yang kau inginkan. Aku akan memenuhi," batinku dalam mimpi.

Bertemu denganmu adalah harapku setiap malam. Meski hanya imaji, bayangmu adalah janjimu---menemuiku di kala tidur yang panjang.

"Mas, mas ..."

Dosamu. Membutakan harap yang kian tumbuh besar. Sebesar yakinku, menyentuh wajah dan bibirmu dengan tenang. Tercukup bayang wajahmu hanyalah jejak yang tak bisa aku ikuti. Lalu, hendakku berjalan ke arah mana ketika senja mengaburkan harapan dan malam ada semu tentangmu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline