Lihat ke Halaman Asli

Merawat Rutinitas

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://3.bp.blogspot.com/-QT-WGV1tnQ4/UTmscE0D7rI/AAAAAAAABrA/71wswJSvyLs/s1600/tugas+istri.jpg

[caption id="" align="alignnone" width="400" caption="http://3.bp.blogspot.com/-QT-WGV1tnQ4/UTmscE0D7rI/AAAAAAAABrA/71wswJSvyLs/s1600/tugas+istri.jpg"] [/caption]

Memiliki pasangan mungkin adalah hal terindah yang ingin dicapai oleh seorang perempuan. Namun memilih menjadi ibu adalah semestinya menjadi sebuah pilihan sadar yang butuh keseriusan dan komitmen yang tinggi untuk melakoninya. Meskipun ketika menikah biasanya serta merta seorang perempuan dengan segera akan pula menjadi seorang ibu. Yang sering terlupakan adalah unsur kesadaran dan kesiapannya dalam mengemban amanah ini.

Tak banyak yang anak-anak dan bahkan remaja ketahui seberapa beratnya tugasnya kelak jika saatnya tiba dan ia harus menjalani peran tersebut. Seringkali penulis mendapati pertanyaan anak-anak yang bertanya: tidakkah tugas ibu itu tugas yang membosankan? Mungkin karena setiap bangun pagi yang ia lihat adalah ibu sudah ada di dapur menyiapkan sarapan, kemudian membersihkan rumah, setelah itu membantu menyiapkan perlengkapan anak-anaknya untuk ke sekolah dan suaminya jika si suami harus ke kantor. Pulang dari sekolah pun ia masih melihat pemandangan yang kurang lebih sama. Apakah Ibu tidak bosan dengan pekerjaan-pekerjaan tersebut?

Bagi ibu yang bekerja di luar suasananya bisa jadi berbeda dengan ibu yang memilih tinggal dan beraktivitas di dalam rumah. Karena mereka bisa menyaksikan dan menikmati suasana yang mungkin saja berbeda setiap hari. Hiruk-pikuk suasana jalan, bertemu dan saling sapa dengan orang-orang yang beragam yang ditemui di sepanjang perjalanan menuju tempat kerja, dan pemandangan lain yang mungkin juga akan berbeda dengan yang disaksikan setiap hari di lingkungan rumah.

Sebuah rutinitas adalah sesuatu yang sudah pasti akan menjemukan. Kecuali mereka yang terlibat di dalamnya sebagai pelaku-pelaku aktif mampu mencari solusi-solusi kreatif yang akan menyelamatkan mereka untuk tetap berjalan sesuai dalam jalur yang seharusnya. Tidak melabrak aturan atau norma-norma masyarakat sebagai bentuk pelampiasan dari sebuah jebakan rutinitas. Karena risikonya bisa jadi justeru akan menimbulkan banyak permasalah baru.

Cara kreatif merawat rutinitas

Karena setiap orang pada dasarnya berpotensi memiliki rutinitas dan sewaktu-waktu bisa menjadi sebuah jebakan yang sulit untuk dilepaskan, maka sebagai usaha antisipatif ada baiknya jika kita mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum hal tersebut benar-benar menimpa diri kita.

Pertama,  menyadari bahwa setiap aktivitas yang kita lakukan suatu waktu pada akhirnya akan terasa membosankan. Jika sudah memiliki kesadaran ini, maka setiap saat kita akan selalu waspada manakala timbul masalah di kemudian hari.

Kedua, jika telah menyadari maka langkah berikutnya adalah aktif mencari aktivitas-aktivitas selingan yang akan mengisi rutinitas tersebut. Ada banyak cara, misalnya: membaca buku-buku ‘how to’ yang ada hubungannya dengan kondisi dan kebutuhan kita saat ini, sesekali membaca novel-novel ringan, menulis catatan-catatan ringan sehari-sehari, atau  jalan-jalan sendiri atau bersama anak-anak.

Ketiga, milikilah tujuan hidup. Baik jangka panjang maupun jangka pendek. Jika yang satu ini jelas, maka biasanya kita akan lebih bersemangat untuk bangun setiap hari dan bersiap menyongsong hari baru dan kembali menjalani rutinitas sebagai ibu rumah tangga sehari-hari.

Karena menjadi ibu sampai saat ini tak ada sekolahnya, maka sekolah terbaik untuk menjadi ibu adalah belajar dari pengalaman orang lain lewat teori para ahli, buku, diskusi, atau obrolan seputar kehidupan dan cara-cara menjalaninya.

SELAMAT MENJALANI PROFESI IBU.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline