Lihat ke Halaman Asli

MAIDA "ASMARA LAMBARA HARAPAN"

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tenang,tenanglah ucapku sesekali dalam hati saat mencoba mengurai setiap kelembutan yang ada pada dirimu yang selalu terpisah dalam lingkar waktu yang panjang pada sajak-sajak cinta yang aku tak tahu berapa jumlahnya yang semuanya diawali dari pesona kelembutanmu

“mungkin saja dalam hatimu aku terlalu berlebihan ketika menggambarkanmu dalam tulisan,biarlah karena asmaraku padamu juga berlebihan hingga kadang membawaku dalam lingkar kekhilafan, tuhan maafkan aku dengan rasa ini! Sesekali hati kecilku tunduk mengakui kesalahan-kesalahan dalam romantisme yang menyesatkan”.

Hampir pukul tujuh pada minggu pagi kakiku memijak tanah di kecamatan burau kabupaten luwu Timur,kabupaten yang banyak memberikan sumbangsih kepada Propinsi Sulawesi Selatan dari Pajaknya,kata Indira yang seorang guru di sebuah madrasah ibtidayyah kepadaku yang rumahnya kujadikan perairan inspirasi selama beberapa hari dalam selimut rindu yang hampir sekarat di ujung musim.

jauh dari khyalanku untuk mampir beberapa hari di sini,namun karenaseorang perempuan yang terpisah jauh dariku dalam adonan rindu yang menahun, seorang perempuan yang hampir delapan tahunnamanya kusimpan di telaga hati dengan harapan mengakhirinya pada kata halal yang disaksikan orang –orang dengan pakaian pesta sambil memberikan ucapan selamat dari ramai tarian dan nyanyian yang mewarnainya,kusapa kau

kita memang beda dalam strata sosial,kita memang lain dalam ranah asmara namun tak menyurutkan langkahku menuju hatimu dan kurasa kau ikhlas menerimaku dengan segala kekurangan dan kebebasanku,sikapmu mengantarkanku pada warna-warna cinta yang ranum di musim cinta,warna cinta yang menjadi tinta cerita kisah cintaku denganmu.

kesederhanaan yang berbingkai kelembutan pada dirimu seperti air yang membasahi kemarau asmara dalam hidupku,menyadarkanku tentang arti penting hadirnya perempuan dalam kehidupan ini sebagai pelengkap kesempurnaan lelaki ,dalam setiap doa yang mengalir dari hitam putih kehidupanku kuselipkan namamu “Maida” dan membiarkan semua doa di bawa angin dari waktu ke waktu berharap hidupmu dan hidupku dalam cahaya kebahagiaan walau mungkin akhirnya takdir memisahkan perjalanan kisahmu dan kisahku.

Desa lambara Harapan,kecamatan burau kabupaten Luwu timur,pada awal siang kusapa damaimu yang seperti mengucapkan selamat datang padaku walau aku menuju tempatmu hanya untuk menemui Maida namun dan hanya sedikit waktu bercengkrama dengan alammu yang tak sempat kucumbui dalam tulisan untuk kujadikan buah tangan kembali ke kotaku,kota dimana pantai Losari membesarkanku dengan hitam,putih,biru dan merah warna kehidupan Makassar.

Lambara harapan,pada akhir siang aku ucapkan selamat tinggal dan berharap akan menjumpaimu lagi dengan harapan-harapan yang ingin kutuntaskan,selamat tinggal perempuan-perempuan pendidik yang menawarkan keramahan padaku,selamat tinggal hening malam pedesaan selamat tinggal Lambara harapan yang mengalirkan inspirasi pada telaga imajiku.*Rahsan Galipat




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline