Lihat ke Halaman Asli

Mas Teddy

Be Who You Are

Puasa Saya Harus Diterima Allah SWT!

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mungkin ada bertanya, “Siapa kamu ?! Apa hak dan kuasamu, kok berani-beraninya memaksa Allah harus menerima puasamu ?!” Saya bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa seperti Anda semua. Dan saya juga tak bermaksud memaksa Allah SWT untuk menerima puasa saya.Di sini saya hanya bermaksud membahas sisi pemilihan kata yang bisa mempengaruhi tindakan seseorang.

Menjelang puasa tahun ini, bisa dipastikan Anda akan banyak membaca atau menerima ucapan yang kurang lebih redaksinya seperti berikut, “Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan, semoga ibadah puasa kita diterima Allah SWT. Amiin”. Dari waktu ke waktu, dari tahun ke tahun redaksinya begitu-begitu saja. Yang menjadi pertanyaan, “Apakah puasa Anda benar-benar diterima Allah SWT?” Belum tentu, tergantung kualitas puasa Anda. Pertanyaan berikutnya, “Apakah dari tahun ke tahun ibadah puasa Anda semakin baik?” Silakan Anda nilai sendiri. Jika jawabannya “ya” atau “semakin baik”, syukur alhamdulillah. Jika jawabannya “tidak” atau “sama saja” atau “begitu-begitu saja”, apa penyebabnya ? Jawabannya terletak pada pemilihan kata “semoga”. Tanpa kita sadari kata “semoga” ini cenderung membuat kita dalam posisi pasif, pasrah dan tidak berbuat apa-apa. Kata “semoga” ini telah membuai kita dan berharap Allah SWT akan menerima ibadah, menolong atau mengangkat derajat kita tanpa ada usaha kita yang bisa membuat Allah SWT menerima ibadah, menolong dan mengangkat derajat kita. Pasrah dan berharap boleh-boleh saja, asalkan kita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki diri. Coba bandingkan dengan kalimat, “Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan, puasa kita harus diterima Allah SWT”. Kalimat mana yang bisa men-trigger/memicu Anda untuk berpuasa lebih baik ? Kalimat yang kedua, tentunya. Kalimat kedua lebih mendorong semangat kita untuk berbuat sesuatu yang lebih baik.

Sebagai contoh lain, jika Anda sebagai pimpinan sebuah perusahaan, kalimat mana yang Anda pilih untuk memicu dan memacu semangat bekerja anak buah Anda, “Kita sambut tahun baru dengan semangat baru, semoga di tahun yang akan datang perusahaan kita makin maju dan berkembang !” atau kalimat berikut “Kita sambut tahun baru dengan semangat baru, di tahun yang akan datang perusahaan kita harus makin maju dan berkembang !” Kalimat yang kedua juga, tentunya. Kalimat kedua lebih memacu kita harus bisa meraih sebuah “target tertentu”.

Satu lagi. Teman Anda berulang tahun, Anda bisa mengucapkan, “Selamat ulang tahun, semoga sukses menyertai Anda di tahun depan,” atau “Selamat ulang tahun, tahun depan Anda harus sukses”. Jika kalimat pertama yang Anda ucapkan, betulkah Anda benar-benar secara tulus berdo’a dan berharap teman Anda akan sukses atau sekedar basa-basi sambil mengharapkan undangan traktiran makan ? Namun jika teman Anda betul-betul sukses karena ucapan Anda dengan kalimat yang kedua, saya yakin undangan traktiran makan akan datang juga.

Jadi, mari kita men-trigger/menyemangati diri kita masing-masing, “puasa saya harus diterima Allah SWT !”

Sekian, semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan harus bermanfaat bagi penulis secara pribadi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline