Lihat ke Halaman Asli

Tembang Tanpa Syair - Jagad Tangguh - Bagian 6

Diperbarui: 14 Juli 2016   14:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

PEMUNAH PASIR BESI

Kedai itu nampak lengang. Ada sepuluh meja dengan masing-masing meja terdiri dari empat kursi. Lima meja di dalam kedai, dan lima meja diluar. Aku sendiri mengambil posisi pada meja ketujuh di bagian luar. Suasana kedai itu sangat sejuk dengan pepohonan di kanan dan kiri. Pelayan kedai nampaknya sedang menyiapkan beberapa makanan untuk pengunjung yang sudah memesannya.

Tidak jauh dari meja tempatku duduk, ada seorang laki-laki paruh baya bersama dengan kawannya yang lebih muda. Aku perkirakan usianya sekitar empat puluh tahunan. Kawannya berperawakan agak gemuk dan berambut gondrong. Agak kurang kontras kulihat karena umumnya laki-laki berperawakan gemuk itu berambut cepak. Aku jadi tersenyum-senyum sendiri melihatnya.

Sesaat setelah aku tersenyum, aku kemudian mengerenyitkan dahi. Terjadi perubahan ekspresi wajah pada laki-laki paruh baya dan kawannya itu. Kedua lelaki itu menatap tajam ke arahku. Nampaknya ada sesuatu yang terjadi. Kulihat kawannya membisikkan sesuatu pada laki-laki paruh baya disampingnya. Tidak berapa lama kemudian laki-laki paruh baya itu terlihat emosi dan kemudian ia menggebrak meja didepannya.

BRAKKK!!!

Meja kayu yang cukup tebal itu langsung terbelah beberapa bagian dan hancur.

Mendengar suara meja yang hancur, beberapa pengunjung kemudian bergegas meninggalkan kedai. Satu persatu semua meninggalkan kedai. Kini hanya ada aku dan dua orang laki-laki yang menatap tajam ke arahku. Laki-laki paruh baya itu kemudian menendang meja yang sudah hancur dan berjalan melintasi meja tersebut tepat menuju ke arahku. Sambil berjalan ia kemudian mengarahkan telunjuknya kepadaku.

"Hei kamu! Iya kamu! Apa maksudmu dengan tersenyum-senyum melihat kami berdua! Apa kamu bermaksud menertawakan kawanku yang gemuk ini hah!!!", teriaknya dengan lantang.

Kini ia sudah tepat berada hanya dua meter di depanku.

"Maaf paman, aku tidak bermaksud demikian. Saat melihat teman paman, aku teringat temanku yang juga mirip dengan teman paman itu...", jawabku apa adanya.

Aku melihat pemilik kedai kemudian bergegas mendekati kami dan kemudian berusaha melerai. Ia seorang yang sudah berumur. Aku perkirakan berusia sekitar lima puluh tahunan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline