Lihat ke Halaman Asli

FX Aris Wahyu Prasetyo Saris

Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Tatkala Fajar (26): Kloset, Luar Biasa dalam Pengabdian Demi Keutamaan Hidup

Diperbarui: 19 Juni 2021   04:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. batonrougeclinic.com

Awalnya warnaku putih suci bersih dari segala kotoran. Aku hidup selalu dibasahi oleh air yang tak bosan-bosannya hingga kini warnaku berubah mulai menguning. Mungkin kalian melihatku seorang diri, namun dalam diriku aku mampu menjadi dua insan yang berbeda. 

Aku terlihat cukup lemah untuk diinjak-injak oleh kaki kotor kalian, aku juga dengan rendah hati menerima semua kotoran yang kalian buang ke dalamku. 

Meski demikian, aku benar-benar pribadi yang sungguh tangguh. Buktinya, aku sanggup membuat kalian bertekuk lutut saat mau menggunakanku. Semenjak awal aku memulai hidupku ini, kalau kupikir-pikir belum ada hal baik yang diberikan padaku. 

Sampah organik maupun anorganik semua pernah kumakan dan kutelan. Tapi tak masalah karena aku tidak sendirian di sini. Aku tidak sendirian di ruangan 2 x 2 meter ini. Selalu ada rambut jatuh, sampah, tissue, ember yang menjadi teman setiaku. Inilah kisahku sang kloset.

Aku ingat betul hari pertama aku dibawa ke sini. Aku sungguh senang. Akhirnya setelah sekian lama aku bisa merasakan hembusan angin dan hangatnya sinar matahari. 

Aku dibebaskan dari si plastik dan kardus yang selama ini membelengguku. Tapi sepertinya kebahagiaanku berhenti di situ. Besi panjang dipasang ke bawahku, entah kemana itu berakhir, hal itu benar-benar membuatku sangat tidak nyaman. 

Saat kukira ada manusia yang datang aku senang namun ternyata mereka justru menduduki dan menginjakku tanpa izin dariku, begitupun dengan semut- semut yang selalu melewatiku tanpa izin. 

Betapa kurang ajarnya mereka. Apalagi saat ada kertas, tissue, sampah makanan dibuang kearahku. Benar-benar membuat aku tidak nyaman. 

Aku benar-benar lelah harus bekerja terus menerus sepanjang hari tanpa henti, belum lagi jika pekerja lupa membersihkan aku. Aku jadi sangat bau dan lembab. Itu membuat manusia-manusia itu menjadi jijik kepadaku dan itu membuatku menjadi semakin sedih.

Hari-hari terus berlalu, tidak setiap hari aku merasakan kesedihan. Aku senang sekali, karna tidak pernah sekalipun manusia itu lupa untuk mampir ke rumahku. Pagi siang sore aku selalu ditemani.  

Aku juga menjadi tempat orang yang sedang bersedih. Aku senang bisa menemani mereka dalam kesedihan mereka. Orang-orang juga mengantri untuk menggunakanku. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline