Lihat ke Halaman Asli

FX Aris Wahyu Prasetyo Saris

Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Setelah Senja (48): Astronot, Asa, dan Lara untuk Cita-cita

Diperbarui: 12 Maret 2021   04:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. line.17qq.com

Mayoritas cita-cita adalah sebuah hal baik yang ingin dicapai di masa depan. Cita-cita yang baik seringkali harus berbenturan dengan berbagai persepsi. Itulah yang disebut dengan pemurnian cita-cita dalam hidup. Semesta sudah mengatur semua rencana dan cita-cita dalam rotasi kehidupan.

Langit malam ini sangatlah anggun, bagai selimut yang memeluk erat bumi ini. Bintang-bintang menghiasi selimut hitam dengan serentak dan indah. 

Mataku terikat dengan pemandangan di depanku ini, dikelilingi aurora-aurora yang muncul secara ajaib. Ternyata benar kata Pak Dana, bahwa hidup sendiri adalah misteri yang belum bisa terpecahkan. Masih kuingat masa kecilku di mana aku sering mengayuh sepeda untuk pergi ke perpustakaan. 

Pak Dana menunjukkan buku-buku tentang astronomi dan benda-benda di luar sana. Benda-benda yang sama sekali belum pernah dikunjungi manusia sebelumnya.

Mimpiku untuk menjadi seorang astronot memang ditentang habis-habisan oleh orangtuaku. Mereka berharap aku dapat menjadi seorang dokter yang bisa membantu desa. Desa yang sunyi dan dikelilingi oleh hutan ini. 

Terhampar ilalang yang tumbuh di pinggir sungai yang deras, yang telah mengambil tempat di hatiku. Sejak kecil, aku sering diajak Pak Dana untuk memanjat menara di pinggir desa. 

Dari situlah, aku mulai senang mengamati bintang dan bulan yang indah. Kucoba cara demi cara untuk memenangkan hati orangtuaku, walaupun hati mereka sangatlah keras. Sedih bagiku untuk melawan keinginan mereka, sampai revolusi terjadi di dalam pikiran dan hatiku.

Masih teringat wajah ayahku saat kuberitahu tentang mimpi kecilku. Alis hitamnya, bagaikan dua tanda koma di atas kedua matanya, mulai mengerut. Koran yang ia pegang segera dilempar ke mukaku dengan keras. 

Dia ingin berteriak, namun ia segera jatuh tersungkur ke lantai, tak berdaya. Darah keluar dari hidungnya, mengenai tinta tulisan di dalam koran. Ibu membawanya ke dokter terdekat dengan rasa panik. 

Hujan deras membuat jalan raya menjadi sangat licin. Daun-daun berguguran dan memenuhi jalan itu dengan cepat. Aku hanya berharap ayah dapat selamat dan masih hidup. Keesokan harinya, doaku dijawab Tuhan dengan pemakaman ayahku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline