Lihat ke Halaman Asli

FX Aris Wahyu Prasetyo Saris

Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Mari Hancurkan Kebodohan Pendidikan!

Diperbarui: 16 Maret 2018   08:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendidikan adalah proses menghidupi semangat-semangat kehidupan melalui pengalaman-pengalaman bermakna dan kontekstual yang terencana dan terukur. Sekolah hendaknya menjadi tempat yang menyenangkan dan menantang bagi anak didik dan mendorong mereka untuk belajar kehidupan dalam komunitas pembelajar yang reflektif dalam kerangka membangun konsep yang holistik, keteguhan hati, dan peduli dengan berbagai gejala sosial dan ekologis. 

Maka, proses pendidikan di sekolah sangat membutuhkan proses persiapan edukatif bagi siswa, guru, karyawan sekolah, orang tua, dan masyarakat karena pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia yang memiliki akal budi, nurani, rasa peduli pada sesama, dan komitmen pada kebenaran.

Pengalaman bermakna dan kontekstual adalah konten inti dan mendasar dalam proses belajar di sekolah. Harus menjadi kritik secara massif bahwa sekolah bukan urusan menghafal materi yang begitu menumpuk dan diuji dalam tes yang membodohkan karena tidak terbuka dengan pemikiran kritis. Sekolah hendaknya menjadi tempat yang kaya akan aktivitas dan pengalaman yang nyata dalam kehidupan dan berguna bagi kehidupan ke depan. 

Sekolah Tomoe Gakuan dalam kisah Totto-Chan atau Sekolah Mangunan di Yogyakarta menjadi contoh yang sangat nyata tentang bagaimana sekolah benar-benar memberi kesempatan anak didik belajar tentang kehidupan dan untuk kehidupan itu sendiri secara bermakna dan reflektif.

Komunitas pembelajar yang reflektif adalah komunitas ideal yang harus diusahakan dalam proses belajar di sekolah dengan mengutamakan pemaknaan atas semua pengalaman edukatif yang dialami di sekolah dalam kerangka pendidikan humanis. Refleksi dalam proses pendidikan di sekolah menjadi bagian vital dalam menciptakan aspek kebermaknaan proses belajar kaitannya dengan kehidupan nyata.

 Materi pembelajaran yang hanya terhenti dalam buku teks dan nilai tes adalah sebuah pengkerdilan esensi pemanusiaan manusia sekaligus pengkerdilan generasi yang kritis dan humanis. Dengan mengoptimalkan refleksi dalam proses belajar akan membantu komunitas sekolah untuk mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang mengarah pada perkembangan kognitif, nurani, rasa peduli, dan komitmen pada kebaikan.

Orientasi Kehidupan

Mempertimbangkan betapa mulia dan luhurnya pedagogi dan tujuan pendidikan di sekolah, pendidikan hendaknya dikembangkan dengan merujuk semangat sekolah kehidupan. Menimbang bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia maka pembelajaran senantiasa mengarah pada persiapan anak didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang meng-cover aspek akal budi, nurani, kepedulian, dan komitmen.

Sekolah adalah proses mengembangkan akal budi (head) untuk mencapai kompetensi dalam kehidupan, maka pembelajaran layaknya sebuah pondasi sebuah rumah seharusnya memberi dasar yang kuat dan sistematis tentang bagaimana belajar untuk kehidupan, bukan belajar hanya untuk skor atau peringkat belaka. Dalam proses pembelajaran, anak didik belajar cara berpikir yang mengarah pada kedalaman berpikir sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki, yakni: audio, visual, kinestetik, atau perpaduan di antaranya. 

Bahkan menjadi manusia pembelajar pun berlaku bagi para guru untuk mengupayakan dan mengembangkan pembelajaran yang meng-cover: keberagaman anak didik dan pembelajaran yang memiliki koneksi antara kelas dan kehidupan nyata. Tanpa orientasi pedagogi pembelajaran yang kontekstual dan reflektif ini, pembelajaran bersama para siswa hanyalah formalitas belaka karena tanpa kesinambungan proses edukatif.

Sekolah juga menjadi tempat yang kondusif untuk mengolah hati nurani (heart) dalam membangun habitus untuk memiliki kejujuran dan integritas. Proses ini menjadi penyeimbang yang vital bagi kompetensi akal budi. Begitupula dengan kepedulian (hand), mengambil bagian tersendiri dalam kaitanya dengan membangun rasa berbagi dengan sesama. Hal ini menjadi kekuatan untuk menciptakan perubahan global. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline