Lihat ke Halaman Asli

M. Hamse

Hobi Menulis

Pesona Terjatuh

Diperbarui: 6 Desember 2022   18:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

                                                                                                             Pesona Terjatuh

Desahan nafas berat. Dedaunan tidak lagi bergemulai tergoyang angin. Semuanya berat. Berat untuk sekedar berbagi cerita seperti senja itu.

"Kuncupmu melayu!" Daun seakan mendesak penjelasan. Sudah lama sekali ia melihat Bunga tidak mekar-mekar.

"Berat," jawabnya gemulai. Seolah jiwanya menghilang!

Ada rasa beban Daun yang tidak bisa menebak maksud Bunga. Bunga mematung, bungkam, seperti mulut tersumbat, sesak!

"Lihatlah Bunga itu," kata seorang lelaki berparas sederhana.

Bunga menunduk pilu. Ia tahu, tak mungkin tangan mungil itu merabanya, apalagi memetiknya untuk disuntingkan di telinga kekasihnya. Orang itu tidak buta, pastinya ia memilih bunga yang memberinya sempurna, yang indah, ia mekar di pagi, yang membuat kekasihnya terjatuh di pangkuan.

Daun membaca persoalan yang terjadi. Pergulatan dalam hati Bunga ia tahu.

"Dengarlah, suatu saat engkau pasti dipetik!" hibur Daun.

Wajah Bunga menjadi merah. Ada ketaksetujuan atas pernyataan Daun.

"Matamu mungkin sudah buta untuk melihat, telingamu pasti tuli untuk mendengar. Sekali saja, tataplah aku ini dengan hatimu!"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline