Lihat ke Halaman Asli

Mardin kadir

Mahasiswa Adm Negara di Universitas Dayanu Ikhsanuddin

Makna Nama Kebijakan di Era Disrupsi, Menyentuh Hati atau Menyakiti Hati Rakyat?

Diperbarui: 28 Mei 2020   01:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konfucius ditanya sama muridnya
Murid : guru apa yang akan guru kerjakan seandainya guru menjadi pembesar di negara Li ?
Konfucius : mengubah nama-nama.

Nabi adam diajari nama-nama terlebih dahulu sebelum di perkenalkan dengan jin dan malaikat. Tuhan sendiri memiliki 99 nama indah (al-asmaul husna).

Di Buton nama itu sangat penting, orang buton memercayai kalau anak kecil sering sakit-sakitan, maka orang tuannya akan mengganti nama anak tersebut karena berpikir bahwa anak tersebut tidak cocok dengan nama itu.

Sultan buton ke-29 La Ode Muh. Aydrus Qaimuddin menamai kawasan hunian baru/kota baru pasca kebakaran di keraton wolio dengan bhau-bhau. Bhau-bhau sendiri secara filosofi dapat di maknai sebagai kota pembaharu (Baca: La Ode Abdul Munafi & andi tendri:2014).

Kata Bhau-Bhau (bahasa wolio)  mengalami 2 kali pergeseran dari kata Bhau-bhau menjadi Bau-Bau, kemudian dari kata Bau-Bau menjadi Kata Baubau hingga hari ini.

Dari kisah di atas membuktikan bahwa pentingnya penggunaan nama. Namun di era moderen ini nama telah kehilangan makna.

Kuntowijoyo dalam bukunya muslim tanpa masjid (2001) mengusulkan mengganti nama kerukunan atau toleransi menjadi kerja sama atau kooperasi dalam hubungan antar umat beragama di abad ke-21 ini, dikeranakan kerukunan atau toleransi telah menimbulkan apologis. Masing-masing agama ingin menunjukkan dirinya paling rukun dan toleran.

Maka dari itu hubungan beragama, bernegara dan bermasyarakat perlu mendapatkan nama baru di era Disrupsi Digital saat ini.

Revolusi Mental
Revolusi mental adalah nama yang di berikan pakde jokowi untuk slogan pemerintahannya di awal beliau memerintah. Revolusi mental ini bertujuan untuk menyembuhkan cacat mental elit di mata rakyat. Pakde rajin melakukan blusukan untuk menunjukkan kecintaanya kepada rakyat, serta untuk menunjukkan bahwa beliau merakyat.

Namun tidak hanya blusukan untuk menyentuh hati rakyat, tidak jarang juga pakde mengadakan jamuan makan di istana agar dianggap istana dan rakyat tidak berjarak.

Nyatanya blusukan dan jamuan pakde tidak mampu menyentuh hati rakyat dikarenakan pakde tak memahami makna blusukan dan jamuan yang sebenarnya. Ketidakpahaman beliau tersebut dapat dilihat dari kebijakan yang beliau terapkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline