Lihat ke Halaman Asli

Mardhiyyah Minda Marsay

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Rentang Kisah Menuju PTN Impian

Diperbarui: 13 Oktober 2022   22:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Aku manusia tanpa potensi", ucap seorang remaja yang hari-harinya kian dihinggapi rasa takut akan kegagalan di masa depan. Membuka kisah dengan sebuah kalimat umpatan mungkin terdengar mengerikan. Tapi tunggu, ini bukan kisah mengerikan.

Ini hanyalah sebuah narasi tentang seorang remaja yang sedang memperjuangkan masa depannya. Ya, hai! Aku Mardhiyyah. Izinkan aku untuk membawamu bertualang ke dalam duniaku. Selamat menyelam dalam lautan kenangan!

Melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi sudah menjadi cita-cita yang diimpikan sejak kecil. Mengenakan pakaian bebas saat pergi kuliah, jam belajar yang tidak begitu mengikat, pergi merantau jauh dari rumah. Ah! Begitu indah bayangan dunia perkuliahan dikepalaku. Berharap semua itu bukan hanya sekedar khayalan belaka.

Semakin dewasa, ketakutan itu mulai muncul. Khayalan indah semasa kecil dahulu, seketika berubah menjadi momok yang begitu menakutkan. 

"Bagaimana kalau nanti aku tidak bisa kuliah?", "Bagaimana kalau nanti pendidikanku hanya sampai SMA?", "Bagaimana masa depanku nanti?" Kalimat negatif yang sering muncul itu sangat mengganggu rasanya. Hingga tiba saat dimana pendidikan SMAku berakhir dan aku harus menentukan pilihan untuk kuliah atau tidak.

Keinginan kuliah yang hanya berbekal keyakinan tanpa sebuah usaha. Itulah yang kulakukan. Ketakutan yang begitu besar kerap kali menjadi alasanku untuk enggan berusaha lebih. Harap-harap keberuntungan akan berpihak kepadaku. Masuk kuliah tanpa harus belajar. 

Memilih UIN Syarif Hiyatullah Jakarta sebagai tujuanku untuk melanjutkan pendidikan ini bukan hasil dari hitung kancing, melainkan atas pertimbangan yang sangat matang. Terlebih keinginanku untuk merantau jauh dari rumah menjadi salah satu alasan pendukung. 

Rasa keinginan untuk kuliah di UIN ini sangat besar, hingga pada suatu ketika temanku bertanya, "Mardhiyyah, saatos lulus ti SMA bade neraskeun sakola kamana?". Dengan percaya diri yang sangat tinggi ini aku menjawab, "Nya jelas, insyaallah Mardhiyyah mah bade neraskeun kuliah ka UIN Jakarta".

Aku mengikuti seleksi masuk UIN jalur pertama, yakni SPAN-PTKIN. Besar harapanku untuk bisa masuk UIN lewat jalur ini. Dalam hati bergumam, "kalau aku lolos masuk UIN lewat jalur SPAN ini aku ngga harus belajar, ngga perlu capek-capek mikirin tes masuknya nanti".

 Serangkaian kegiatan dan beberapa persyaratan telah aku selesaikan, hanya tinggal menunggu hasil. Tanpa pikir panjang, tidak ada rencana lain yang kubuat jikalau takut-takut nanti tidak lolos jalur SPAN ini. Akhirnya tibalah saat dimana hasil SPAN ini diumumkan.

Sempat ragu untuk membuka pengumumannya, karena perasaan takut tidak lolos yang begitu mendominasi. Dan, taraaa! Ternyata aku dinyatakan tidak lolos. Ditolak PTN impian rasanya begitu menyakitkan. Tapi usahaku tak sampai disitu, keinginanku untuk bisa masuk UIN begitu besar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline