Dalam pandemi corona, kata lock down sangat populer. Hampir semua negara di dunia yang terpapar corona melakukan lockdown untuk menghambat penyebarannya. Indonesia melakukan PSBB (Pembatasan sosial berskala besar). Aturan utama PPSB , stay at home dan social distancing. Kondisi ini membuat penggunaan gedget makin penting. Dari anak-anak hingga orang dewasa tiap hari pegang gedget. Mata mereka berjam-jam tertuju ke monitor gedgetnya untuk berkomunikasi, mencari informasi dan melakukan aktivitas sehari-hari, seperti belajar, bekerja dan belanja.
Kemajuan teknologi internet melahirkan sosial media (sosmed) sebagai wadah komunikasi seperti blog,vlog, twitter, facebook, instigram, telegram, zoom dan lainnya. Sosmed menjadi sarana pergaulan mutakhir. Biasanya orang menggunakan sosmed lebih banyak untuk menunjukan eksistensi diri disamping wadah komunikasi informasi dan promosi. Tapi ditengah wabah corona ini sosmed menjadi nadi kehidupan sehari -- hari. Berbagai kegiatan hidup sehari-hari baik formal maupun non formal menggunakan sosmed. Sosmed wadah penting dalam ditengah wabah corona ,tapi too much information to kill you.
Begitu pentingnya sosmed bagi masyarakat ditengah bencana ini, sosmed dimanfaatkan pula untuk alat penyebar kebencian, permusuhan dan hoaks.
Sosmed belum memiliki etik dan aturan-aturan yang cukup dalam berkomunikasi. Hal ini dimungkinkan, karena kehadiran sosmed merupakan disrupsi yang terjadi secara cepat sehingga pengaturan tidak dapat mengejar kecepatan perkembangannya. Dewasa ini berkomunikasi di sosmed,integritas dan etisnya belum jelas.
Ditengah wabah corona, masih ada yang memanfaatkan sosmed untuk menebar berita dusta atau hoaks untuk menakut-nakuti masyarakat.
Disinyalir ada sindikat penyedia konten hoaks yang menakuti-nakuti itu. Mereka memiliki keahlian untuk mencaplok akun-akun di sosmed, membaca berbagai situasi pemberitaan tentang wabah, lalu memframing berita-berita itu menjadi hoaks.
Sindikat-sindikat ini menggunakan ribuan akun sosmed untuk menyebarkan konten hoaks. Tujuan mereka menyebarkan konten hoaks tentang wabah corona, selain untuk menakut nakuti masyarakat, juga untuk memprovokasi masyarakat agar melakukan pembangkangan sosial, melanggar aturan-aturan yang dikeluarkan dalam kondisi darurat kesehatan ini. Mereka mem-posting berita atau konten yang tidak sesuai dengan kebenaran.
Berita hoaks bisa bertaburan dan merajalela di sosmed, karena kemalasan masyarakat untuk melakukan check, recheck and crosscheck terhadap informasi. Padahal mendeteksi berita hoaks dapat dilakukan dengan berbagai cara. Seperti, mencari referensi berita yang benar dari situs online resmi dan menggunakan media lain untuk mengecek konten berita atau manfaatkan grup diskusi anti-hoaks yang membahas berita bohong. Dan yang paling penting, berpikir kritis untuk melindungi akal dari berbagai kebohongan.
Dengan begitu luasnya berita hoaks tersebar di sosmed, menunjukkan kerentanan terjadinya kejahatan cyber. Jika kerentanan ini gagal diatasi maka berbagai aspek kehidupan akan terganggu. Kejahatan cyber dengan mengumbar berita bohong mengenai wabah corona dapat menimbulkan kecemasan dalam masyarakat. Kecemasan yang berlebihan (anxiety disorder) dapat menganggu kesehatan mental dan aktivitas sehari hari. Seperti yang disinyalir Yuval Noah Harary ( Antinomi Institute Philosoyhy) bahwa dalam pandemi corona ini, anciety disorder lebih banyak merusak kesehatan masyarakat dari pada virus corona itu sendiri. Informasi bohong dapat membawa aura negatif bagi penerimanya.
Dunia internet, dunia banjir informasi. Kita tidak tahu orang yang mengirim sebuah informasi dan kebenaran informasi itu. Maka itu perlu melakukan check, recheck and crosscheck terhadap informasi. Gedget peranti moderen bermata dua, manfaat dan mudarat.
Mari kita jaga ruang publik tetap waras, tidak kehilangan akal sehat. Jangan ikut menebar berita hoaks mengenai wabah corona yang membuat masyarakat panik. Hendaknya himbauan ini tidak hanya sekedar harapan, tapi harus diusahakan bersama. Ayo, mari kita mulai dari diri sendiri.
Disisi lain masyarakat juga disuguhi berita yang tak mengenakan, baik dari sosial media ataupun yang disiarkan oleh media mainstream, yaitu adanya pejabat negara yang memanfaatkan wabah pandemi ini untuk melakukan pencitraan diri. Sumbangan yang diberikan oleh negara dilabeli dengan foto diri layaknya kampanye. Ada juga yang aji mumpung, bicara kesana kemari melakukan sosialisasi ataupun menyerahkan bantuan negara seakan akan itu sumbangan pribadinya.
Hal lain yang Perlu diwaspadai adalah praktek korupsi menyelusup kedalam pembagian bantuan dan program program penanganan Bencana Pandemi Covid 19 ini. Dalam aturan hukum, korupsi dalam kebencanaan akan mendapat hukuman yang lebih berat dibandingkan korupsi lainnya. Korupsi dalam kebencanaan bagai menari diatas penderitaan rakyat, meraup untung dengan mengatasnamakan kesusahan yang dialami orang banyak memang sangat tak manusiawi. Hal hal seperti ini harus diwaspadai, dikritisi dan disuarakan, jangan dibiarkan.