Lihat ke Halaman Asli

Yulius Maran

Educational Coach

Merdeka Belajar: Antara Kemerdekaan dan Kekacauan

Diperbarui: 3 Mei 2024   12:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar dari https://pixabay.com/

Pasca memperingati Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2024 kemarin, memunculkan refleksi mendalam tentang kebijakan Merdeka Belajar. Di satu sisi, kebijakan ini bagaikan angin segar yang membawa semangat baru dalam dunia pendidikan Indonesia. Di sisi lain, tak jarang muncul keraguan dan kritik, mempertanyakan apakah makna "merdeka" benar-benar terwujud atau justru kebablasan menjadi kebebasan tanpa arah.

Semangat Merdeka Belajar kerap diterjemahkan secara keliru sebagai kebebasan tanpa pola. Kesalahpahaman ini melahirkan kekhawatiran akan hilangnya esensi pendidikan, di mana guru tak lagi memiliki peran sentral dalam membimbing murid. Muncul anggapan bahwa murid dibiarkan "bebas" menentukan arah belajarnya tanpa arahan yang jelas, berpotensi mengarah pada pembelajaran yang tidak terarah dan tidak efektif.

Di tengah gejolak ini, terdapat ajakan untuk memperkuat pemahaman filosofis terhadap Merdeka Belajar. Penting untuk diingat bahwa kemerdekaan yang dimaksud bukan berarti tanpa batas, melainkan kemerdekaan yang bertanggung jawab dan berlandaskan nilai-nilai pendidikan yang luhur yang terejawantah dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Guru, sebagai fasilitator pembelajaran, memiliki peran krusial dalam membimbing murid untuk memanfaatkan kemerdekaannya secara optimal.

Program Guru Penggerak, salah satu inisiatif dalam kebijakan Merdeka Belajar, diharapkan dapat menjadi agen-agen perubahan yang sejati. Guru-guru penggerak dan para pengajar praktik baik ini diharapkan mampu menginterpretasikan filosofi Merdeka Belajar dengan tepat dan menerjemahkannya dalam praktik pembelajaran yang efektif dan bermakna. Selain itu harapannya para agen perubahan ini terus bergerak dan menambah jumlah barisan se frekuensi perubahan agar transformasi pendidikan Indonesia semakin cepat dan bermakna.

Namun, keberhasilan program ini tak lepas dari dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak. Kemendikbud Ristek sudah memastikan bahwa program ini tersosialisasi dengan baik dan diimplementasikan secara konsisten di seluruh pelosok negeri. Peran serta orang tua dan masyarakat juga tak kalah penting dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung terwujudnya Merdeka Belajar yang sesungguhnya.

Bagaikan Pisau Bermata Dua

Merdeka Belajar, kebijakan yang digagas oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, kebijakan ini bagaikan angin segar yang membawa semangat baru dalam dunia pendidikan Indonesia. Penerapannya berpotensi mentransformasi pendidikan menjadi lebih fleksibel, berpusat pada murid, dan sesuai dengan kebutuhan individu. Hal ini membuka peluang bagi murid untuk mengembangkan bakat dan minatnya secara optimal, serta menjadi individu yang kreatif dan mandiri.

Di sisi lain, tak jarang muncul keraguan dan kritik terhadap Merdeka Belajar. Kekhawatiran utama adalah potensi kebablasan kebebasan yang diartikan sebagai minimnya arahan dan bimbingan dari guru. Dikhawatirkan pula bahwa murid akan terjerumus ke dalam pembelajaran yang tidak terarah dan tidak efektif.

Kekhawatiran ini diperparah dengan perubahan format administrasi dan peristilahan yang berlebihan dalam implementasi Merdeka Belajar. Hal ini justru memicu kebingungan dan membebani para pemangku kepentingan di lapangan. Alih-alih membebaskan, perubahan ini justru menghambat proses belajar mengajar dan mengalihkan fokus dari esensi pendidikan.

Filosofi Kemerdekaan dalam Pembelajaran

Pertama-tama, kita perlu memahami bahwa kemerdekaan yang dimaksud dalam Merdeka Belajar tidaklah bersifat mutlak, melainkan kemerdekaan yang terbatas oleh tanggung jawab. Filosofi ini sesungguhnya tidak asing dalam pemikiran filsafat modern. Ahli filsafat seperti Jean-Jacques Rousseau, dengan konsepnya tentang "kebebasan yang dipimpin oleh hukum", menekankan bahwa kemerdekaan sejati terletak pada kemampuan individu untuk mengikuti hukum yang mereka ciptakan sendiri, yang pada gilirannya menghasilkan kemerdekaan yang bersifat kolektif dan adil. Begitu pula dengan Merdeka Belajar, kemerdekaan yang diberikan kepada peserta didik haruslah diiringi oleh kesadaran akan tanggung jawabnya terhadap proses pembelajaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline