Lihat ke Halaman Asli

Marahalim Siagian

TERVERIFIKASI

Konsultan-sosial and forest protection specialist

Deja Vu, Konfrontasi di Muara Sungai Barito

Diperbarui: 6 Agustus 2020   03:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kayu galam salah satu hasil hutan kayu yang dipanen dengan metode suksesi alami (Gambar Marahalim Siagian)

Gerakan 'laung bahenda' oleh Dayak Bakumpai tidak bisa dianggap remeh, sebab 'laung bahenda' adalah simbol yang membangkitkan semangat dan solidaritas sesama 'ije lebu' (penduduk sekampung) dan solidaritas sesama 'uluh ita' (sesama suku bangsa).

Buku ini ditulis sendiri oleh putra Dayak Bakumpai, Nasrullah. Ia lahir, besar, dan kemudian mengabdi jadi pendidik (dosen) di Universitas Lambung Mangkurat.

Apa yang ditulis pada buku ini yakni, GERAKAN LAUNG BAHENDA (Militansi Orang Bakumpai Mempertahankan Lahan Gambut dari Ekspansi Perusahaan Perkebunan Sawit di Kalimantan Selatan) hal yang cukup dekat. Sedekat apa?

Saat masih sama-sama menuntut ilmu di Pascasarjana UGM, Yogyakarta, sahabat saya ini suatu kali mendapat kabar dari kampung bahwa perkebunan kelapa sawit akan masuk ke desanya. 

Ia mengajak saya mendiskusikan apa faedah dan mudarat jika perkebunan kelapa sawit dibagun di atas lahan zona livelihood Orang Bakumpai?

Ia sering menjadi tempat bertanya bagi orang kampung jika ada sesuatu hal masuk ke desa, seperti investasi pembangunan kelapa sawit tersebut. Mungkin karena orang kampung percaya dan bangga punya putra yang terdidik yang menuntut ilmu di Pulau Jawa. 

Mungkin karena itu pula ada tanggung jawab moral hingga Ia terdorong untuk menulis artikel di harian lokal Banjarmasin kala itu yang pada pokoknya mengartikulasikan pandangan serta sikapnya sebagai anggota masyarakat Desa Jambu Baru jika perkebunan masuk ke kawasan penghidupan mereka.

Dokpri

Seperti apa lingkungan fisik dan pemanfaatan lingkungan fisik Orang Bakumpai? Baca di sini.

Berselang beberapa tahun kemudian, saat saya bekerja di perusahaan swasta nasional, saya diminta untuk melakukan studi sosial-ekonomi karena perusaan itu hendak dibeli.

Konflik batin pun muncul. Bagaimana tidak, perusahaan inilah yang dulu kami hajar habis-habisan lewat artikel di harian Bajarmasin. Sekarang, saya dalam posisi untuk menilai apakah perusahaan itu layak untuk dibeli atau tidak. Deja Vu!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline