Lihat ke Halaman Asli

Mengembara Seperti Apel, Menjadi Misionari Seperti Bintang

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

"Jika kau ingin membuat pai apel, bahan pertama yang harus kau temukan adalah ... Alam Semesta" , kata seorang kosmolog bernama Carl Sagan *).

*

*

Sungguh, Carl Sagan tidak mengada-ada !

Bahan dasar buah apel yang terdiri dari atom-atom itu memang berasal dari Jagat Raya. Dimulai dari sebuah ledakan besar (Big Bang) yang memuntahkan partikel ringan seperti hidrogen dan helium, hingga ledakan-ledakan berikutnya yang menebarkan partikel-partikel yang lebih berat.  Debu-debu partikel itu lalu saling menggumpal, memadat, hingga akhirnya menyatu untuk menjadi cikal-bakal bintang-bintang.

Jagat Raya kita yang masih belia itu lalu semarak oleh kesibukan.  Sejumlah bintang menyelenggarakan semacam dapur raksasa, dimana hidrogen dan helium 'dimasak' secara nukleosintesa menjadi karbon, nitrogen, oksigen dan sebagainya. Setiap bintang berpartisipasi sesuai dengan kapasitasnya; tak ada yang terlalu tua untuk berkontribusi. Bahkan dibandingkan dengan mahluk lain yang menyurut saat usianya lanjut, para bintang senior itu justru memiliki keleluasaan lebih besar berkat  jaringan interstellarnya **).

*

Lalu apa yang terjadi ketika bintang mati ?

Bagi para bintang, mati tidaklah identik dengan kesempitan. Mati bahkan merupakan kesempatan emas, dimana seluruh karya yang telah diupayakan sepanjang hidup itu siap disumbangkan sebagai bagian dari benih yang akan melahirkan bintang-bintang berikutnya ***). Itu sebabnya kematian para bintang tua ini 'dirayakan dengan kehebohan', bahkan diiringi ledakan yang me-release atom-atom segar atau partikel-partikel jenis baru ! (Dengan alat yang peka, pertunjukan 'kehebohan' tersebut  masih bisa disaksikan oleh manusia hingga ribuan tahun kemudian).

*

[caption id="attachment_147240" align="aligncenter" width="530" caption="Tahun 1054, seorang astronomer China menemukan sisa-sisa bintang di konstelasi Taurus, yang terletak 6500 tahun cahaya dari Bumi ini. Begitu terang cahaya ledakannya, hingga terlihat dengan mata telanjang di siang hari selama beberapa minggu. Ledakannya menjangkau jarak 3 juta mil setiap jam, dengan pancaran sekuat 100.000 Matahari. Berbagai warna yang tampak itu menunjukkan sejumlah unsur kimia yang dilontarkannya, meliputi hidrogen (jingga), nitrogen (merah), belerang (pink), dan oksigen (hijau). Crab Nebula ini memulai hidupnya dengan massa 10 kali lipat dari Matahari kita. Hidupnya berakhir sebagai Supernova pada tanggal 4 Juli 1054. "][/caption]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline