Lihat ke Halaman Asli

Mahfudz Tejani

TERVERIFIKASI

Bapak 2 anak yang terdampar di Kuala Lumpur

Berani Tidak, Bahaya Korupsi Dijadikan Kurikulum di Sekolah

Diperbarui: 30 Agustus 2021   11:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seandainya saya ada kuasa untuk memperbaiki kurikulum mata pelajaran di sekolah, saya akan memasukkan kurikulum tentang "bahayanya korupsi". Mulai bibit-bibit korupsi kecil di lingkungan sekitar kita, hingga mega korupsi  yang merugikan negara.

Misalnya pemberian uang pelicin dan uang rokok (baik berupa gratifikasi), saat mengurus dokumen di kantor desa atau instansi pemerintah lainnya. Hingga membayar nominal tertentu, untuk mendapatkan sebuah pekerjaan baik di level swasta atau pemerintahan.

Kemudian  menjelaskan bahwa salah satu penyebab korupsi terus berlaku, karena adanya ruang besar bibit korupsi bernama "politik uang" dalam sistem pemilihan suara kita. Lihatlah bagaimana pemilihan umum dari setingkat Kepala Desa hingga Pemilihan Presiden berlaku.

Berapa ongkos dan biaya yang dikeluarkan oleh para kandidat hanya untuk mendapatkan sebuah suara. Bagaimana mereka menggiring suara-suara konstituen, dengan aneka trik gratifikasi dari rumah ke rumah. Logikanya, jumlah modal yang dikeluarkan saat pemilihan, akan dicarikan ganti dengan seribu cara, saat mereka menjadi wakil rakyat.

Bisa dengan cara  manipulasi anggaran, manipulasi kegiatan dan kunjungan kerja. Hingga perselingkuhan pengadaan proyek negara, ditekan dengan biaya super mahal dan ekslusif. Namun hasil proyeknya asal-asalan, tidak sesuai ekspektasi yang ditawarkan.

Kemudian kasus-kasus "mega korupsi" dari rezim ke rezim akan diulas dengan mendetail kepada para siswa sekolah. Pada rezim siapa kasus itu terjadi, siapa saja orangnya, berapa kerugian negara yang hilang akibat perbuatannya.

Dananya mengalir kepada siapa dan kemana saja, apakah rezim dan keluarganya juga ikut bermain?.
Kemudian apa partai politiknya, siapa saja penegak hukumnya, dan bagaimana reaksi dan sikap  pemerintah kala itu.

Setelah itu, berapa tuntutannya dan vonisnya berapa? Andaikata sudah terbukti bersalah dan dihukum, berapa kali sang koruptor mendapatkan remisi/potongan tahanan dari pemerintah. Apakah perlu hukuman mati dan pemiskinan total dilaksanakan juga kepada para sang koruptor?

Siapa tahu, dengan pengenalan tentang bahayanya kanker korupsi sejak dini, akan menguranngi tindak pidana korupsi di masa akan datang. Karena kanker ini sudah melembaga dan menjadi tradisi di negeri ini.

Semoga mimpi dan harapan ini ada yang berani merealisasikan. Jangan biarkan kanker korupsi diwariskan kepada generasi sekarang dan yang akan datang.
Aamiin.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline