Lihat ke Halaman Asli

Mahardhika Setyawan

Guru Matematika SMAIT Al Huda Wonogiri

Kartini, Sang Pendobrak Tradisi

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

bu kita Kartini, putri sejati

putri Indonesia, harum namanya

ibu kita Kartini, pendekar bangsa

pendekar kaumnya, untuk merdeka

wahai ibu kita Kartini, putri yang mulia

sungguh besar cita-citanya, bagi Indonesia.

Lagu di atas, saya yakin, sudah sering kita dengar dan hafalkan semenjak kita masih duduk di Sekolah Dasar. Apalagi setiap memasuki bulan April, kita akan melihat peringatan hari Kartini setiap tanggal 21 April. Akan diadakan lomba-lomba yang pesertanya ibu-ibu, biasanya berupa lomba memakai kebaya atau lomba memasak. Lalu apakah perlombaan dan peringatan itu sesuai dengan apa yang diperjuangkan oleh Kartini?

RA Kartini adalah seorang wanita yang cerdas yang haus akan ilmu. Kegelisahan yang dia rasakan akibat penindasan terhadap kaumnya, membuat dia merasa harus memperjaungkan derajat kaumnya agar mempunyai hak yang sama dengan kaum laki-laki.

Habis gelap terbitlah terang

Suatu ketika Kartini pernah berkirim surat dengan sahabatnya dari Belanda Ny. Stella. Berikut salah satu penggalan surat yang beliau kirimpada tanggal 6 November 1899;

“Mengenai agamaku Stella, aku harus menceritakan apa? Agama Islam melarang umatnya mendiskusikannya dengan umat agama lain. Lagi pula sebenarnya agama ku Islam karena, nenek moyangku Islam…. tidak jadi orang soleh pun tak apa-apa, asalakan jadi orang baik hati, bukankah begitu Stella”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline