Lihat ke Halaman Asli

Extra Time Jabatan Kepala Desa

Diperbarui: 19 Januari 2023   19:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada hari selasa, 17 Januari 2023 ribuan Kepala Desa menuntut perpanjangan periodesasi jabatan menjadi 9 tahun. Hal tersebut menjadi hal yang ramai diperbincangkan sebab ada banyak pihak yang pro terhadap tuntutan tersebut ada pula pihak yang kontra terhadap kebijakan tersebut sehingga menimbulkan konflik vertikal dan horizontal dalam iklim demokrasi yang ada di Indonesia pada saat ini. Hal tersebut perlu dikaji lebih ulang terkait penambahan atau extra time terkait periodesasi masa jabatan Kepala Desa, sebab perpanjangan masa jabatan tersebut argumentasinya kurang kuat bila hanya menekankan masa pandemi dan konflik yang ada di desa tersebut yang menghambat program kerja kepala desa (pasca pemilihan kepala desa). Melalu Pasal 39 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa menyebutkan bahwa kepala desa dapat dipilih kembali secara maksimal 3 periode, bilamana hal tersebut dilakukan dengan masa jabatan kepala desa dengan periodesasi 6  tahun saja bisa jadi program kerja kepala desa tersebut tidak maksimal, apalagi menjabat periodesasi 9 tahun yang menimbulkan pertanyaan "apakah program kerja kepala desa dapat terealisasikan selama 9 tahun masa jabatan dengan maksimal, kalau tidak bagaimana ?".
Ribuan kepala desa menuntut perpanjangan periodesasi kepala desa menjadi 9 tahun di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat untuk masuk ke dalam program legislatif nasional (prolegnas) tahun 2023, Kementerian Desa menyambutnya dengan mengusahakan pula masuk prolegnas. Tahun 2023. Bilamana dilihat dari beberapa makalah atau jurnal penelitian masa demokrasi yang cacat dekat sekali dengan dua hal yaitu kartel politik atau oligarki kepemimpinan sebab bilamana sebuah jabatan publik pimpinan pemerintahan diperpanjang maka akan menghasilkan kekuasaan superior dan kekuasaan yang cenderung korup "Power Tend To Corrupt And Absolute Power Corrupt Absolutely"  sebab bila dilihat dari pelajaran ataupun ilmu yang membahas teori demokrasi menjelaskan tentang pembatasan masa kepemimpinan pemerintahan dan sirkulasi yang baik dalam kepemimpinan, maka hal tersebut menjelaskan tentang batasi masa periodesasi jabatan dan pergantian kepemimpinan yang teratur (di segala kepemimpinan pemerintahan). Bila ada dampak sosial soal konflik pasca pemilihan kepala desa maka ini memperparah konflik tersebut karena adanya penambahan masa jabatan dan penambahan masa konflik yang ada  dan perpanjangan ini tidak berdampak pada perjalanan realisasi program kerja kepala desa, bilamana kepala desa  itu sudah berkomitmen mencalonkan diri maka sudah sepantasnya ia menyelesaikan program yang ia buat sendiri bersama perangkat desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Namun hal yang harus digaris bawahi adalah soal pelajaran politik dan demokrasi pada kali ini untuk masyarakat, hal tersebut mengacu pada masyarakat yang mulai apatis terhadap "money politic" atau politik uang, betapa paradoksnya masyarakat kali ini terhadap politik sebab beberapa masyarakat menerima money politik dalam rangka biaya modal politik yang dikeluarkan oleh calon dan beberapa orang yang tidak menerima atau bahkan tidak mau menerima diam saja melihat hal tersebut terjadi, padahal pemimpin yang akan kita pilih merupakan "cermin" dari masyarakat muncul pertanyaan "apa yang kita harapkan terhadap pemimpin dengan model seperti itu ?", maka pendidikan politik dan pendidikan demokrasi harus mulai diubah sejak akar rumput jangan sampai "buruk rupa cermin dibelah".
Namun peraturan politik yang mungkin masih menyangkut pada kepala desa adalah soal biaya politik di Indonesia yang mahal yang menciptakan pemerintah yang buruk dan korup dimulai dari jabatan tertinggi sampai berdampak pada jabatan yang rendah, hal tersebut mengacu pada soal pembiayaan partai politik yang belum ada aturan bakunya tentang sumber dana politik. Bila dilihat dari metode china menggunakan sistem demokrasi yang sudah mulai masuk ke ala Mao-Zedong melalui presiden Xi Jinping dia tidak dekat dengan para pengusaha sehingga negara mendanai partai politik secara langsung melalu pajak-pajak yang diambil melalu pengusaha namun para pengusaha tidak boleh ikut turun ke politik, atau mungkin libertarian ala amerika dimana para pemimpin politik sangat dekat sekali dengan para pengusaha sehingga para pengusaha bisa turun ke politik atau bahkan memenangkan suatu calon politik. Namun di Indonesia belum tertera jelas soal pendanaan partai politik atau pendanaan politik bersumber dari mana, jadi setiap orang yang ingin ikut mencurahkan ide atau gagasan melalui politik harus mendanai diri sendiri atau mungkin partai politik, biaya kampanye dll. Dan ada berapa banyak orang yang ingin masuk politik melalui eksekutif atau bahkan legislatif.
Pendanaan politik tersebut menimbulkan dampak sampai pemerintahan yang ada dibawahnya, sebab oligarki atau kartel politik yang ada di atasnya akan selalu menjaga kroni-kroninya atau bahkan menyiapkan lapangan untuk periodesasi kedepan. Terlebih lagi perpanjangan masa jabatan kepala desa yang mungkin masuk dalam program legislatif nasional (prolegnas) sudah masuk kedalam tahun politik. Bilamana sebuah sistem atau tatanan mulai dari atas sudah salah maka akan salah sampai kebawah tanpa terkecuali, namun ada beberapa orang yang tidak tapi kemudian ikut larut dalam hal tersebut sehingga menikmati hal tersebut.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline