Lihat ke Halaman Asli

Mutia Ramadhani

Mutia Ramadhani

Dari Domino ke Domino Effect: Saat Pejabat Publik Seperti Menteri Kehutanan Lupa Etika

Diperbarui: 7 September 2025   14:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lemahnya penegakan hukum illegal logging di Indonesia (Foto ilustrasi: Freepik)

Masih anget, kayak tahu bulat, media sosial ramai membicarakan satu foto epik yang di-publish sama TEMPO. Dua menteri yang belum setahun bekerja di Kabinet Presiden Prabowo, Raja Juli Antoni (Menteri Kehutanan) dan Abdul Kadir Karding (Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia), kedapatan duduk santai bermain domino bersama Muhammad Azis Wellang. 

Buat sebagian orang, terlebih yang belum kenal, itu mungkin cuma adegan sederhana ya, dua orang menteri main gaple sama rekan-rekannya sambil ketawa-ketawa. Tapi masalahnya, Azis Wellang bukan orang biasa. Namanya sudah lama disebut dalam kasus pembalakan liar, bahkan pernah berhadapan dengan aparat hukum.

Nah, dari sinilah polemik bermula. Publik jadi bertanya, bagaimana mungkin seorang menteri, yang tugas utamanya melindungi hutan Indonesia dari pembalakan liar, bisa nongkrong akrab dengan sosok yang justru dikenal sebagai salah satu pemain besar dalam kasus tersebut?

Siapa Azis Wellang?

Kalau kamu bukan pembaca setia berita hukum atau lingkungan, mungkin nama Muhammad Azis Wellang terdengar asing. Tapi di lingkaran penegakan hukum kehutanan, namanya cukup "terkenal." TEMPO dalam berbagai laporannya, terutama sejak 2024, pernah menyebut Azis sebagai salah satu aktor yang diduga kuat terlibat jaringan pembalakan liar skala besar.

Nah, kasus terakhir yang menjerat Azis Wellang menjadikannya tersangka sekitar November 2024. Aku coba jelasin sesederhana mungkin, semoga mudah dipahami ya...

Ada sebuah perusahaan yang sudah dikasih izin resmi oleh negara buat ngelola hutan di Kalimantan Tengah. Namanya PT ABL. Izinnya bukan izin biasa, tapi izin PBPH-HTI (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan - Hutan Tanaman Industri). Intinya, mereka boleh menanam, merawat, dan menebang kayu di area yang sudah ditentukan, tentu saja dengan aturan yang ketat.

Tapi, alih-alih mengurus sendiri, PT ABL malah ngasih pekerjaan tebang-menebang ini ke kontraktor lain, yaitu PT GPB. Kontraknya ditandatangani tahun 2022, langsung antara M. Azis Wellang (Direktur PT ABL) dengan Hatta (Direktur PT GPB). Jadi PT GPB ini yang turun ke lapangan buat nebang pohon, sementara PT ABL jadi "bos"-nya.

Masalahnya muncul waktu PT GPB gak cuma nebang pohon di dalam area yang sah, tapi juga sampai keluar batas izin. Bayangin aja, mereka sudah dikasih lahan seluas 11.580 hektare, tapi masih merasa kurang, lalu ngambil kayu dari luar izin. Hasil tebangan liar itu selama September 2023 sampai Januari 2024 jumlahnya gede banget, sekitar 1.819 meter kubik kayu. 

Seberapa Luas Itu Hutan yang Ditebang?

Untuk memahami besarnya angka ini, kita bisa mengonversinya ke luasan hutan. Umumnya, dalam satu hektare hutan tanaman industri yang ditanami jenis seperti akasia atau eucalyptus, bisa dihasilkan rata-rata 200 meter kubik kayu bulat setiap kali panen. 

Jika angka produksi itu kita jadikan patokan, tebangan ilegal tersebut setara dengan sekitar 9 hektare hutan yang habis ditebang. Bayangkan, 1 hektare hutan itu, kira-kira sama dengan 1,5 lapangan sepak bola. Artinya, 9 hektare setara dengan 12-14 lapangan bola yang rata pohonnya ditebang habis. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline