Lihat ke Halaman Asli

Panitia Tender di Luwu Dilaporkan Pungli

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi

[caption id="" align="alignleft" width="300" caption="ilustrasi"][/caption] KOMPASIANA --  Panitia tender di Kabupaten Luwu, Sulsel, dilaporkan secara hukum karena  dianggap  melakukan pungutan liar (pungli). Andi Sofyan Muhammad, Direktur CV. Wisata,  kepada wartawan  di Kantor Gapensi Kota Palopo, Selasa (5/10), mengatakan jika dirinya telah mengadukan kasus  ini  ke  Kejaksaan Negeri Belopa dan Polres Luwu. "Surat pengaduannya saya sudah masukkan sejak tanggal 1 Oktober. Saya merasa dirugikan dengan proses pelelangan seperti ini. Apalagi, menurut saya ini ada indikasi korupsi," tegasnya.  Ia meminta  kasus ini agar  segera ditindaklanjuti agar tidak terkesan penegak hukum melakukan pembiaran. Seperti diberitakan Tribun Timur (4/10), sejumlah anggota Gapensi Palopo mengeluhkan pungutan biaya pengadaan dokumen di  daerah   yang dipimpin Andi Mudzakkar, putra tokoh  kontroversial Kahar Mudzakkar . "Berdasarkan pengamatan, keluhan dan pengaduan yang disampaikan anggota Gapensi, kami menyimpulkan adanya pelanggaran seperti adanya pungli dalam proses pengambilan dokumen lelang,'' kata  Ketua Badan Pengurus Gapensi Cabang Palopo Ir. A. Syamsu Rijal. Ia mencontohkan, untuk proyek sebesar Rp 300 juta, rekanan dikenakan biaya pengambilan dokumen lelang sebesar Rp 350 ribu, sementara untuk proyek senilai Rp 500 juta, dikenakan biaya sebesar Rp 550 ribu, dan seterusnya. Menurut Syamsu Rijal, karena pungutan biaya ini tidak dilengkapi dengan tanda bukti  yang sah, sejumlah rekanan pun merasa dirugikan, dan menganggapnya sebagai pungli. Sebelumnya,  Kepala Bagian Pembangunan Kabupaten Luwu, Adi  Syaiful Anwar membantah jika biaya  yang dipungut tersebut  dikatakan  pungli. Kepada wartawan, Adi Syaiful Anwar menjelaskan  jika biaya pemungutan biaya tersebut telah diatur dalam pertauran daerah (perda). Biaya tersebut juga bukan untuk dokumen melainkan sebagai biaya leges dan penggandaan dokumen. "Jika kontraktor memang  menolak adanya penarikan biaya sebaiknya aspirasikan ke DPRD agar perda itu dicabut karena kami (pemerintah) hanya sebagai pelaksana aturan," katanya. (Tribun Timur, 4/10) Atas pernyataan ini,  Ketua Gapensi Palopo, Ir Andi Syamsu Rijal kepada wartawan di kantornya, Selasa (5/10) menjelaskan, jika  pungutan tersebut bukan pungli maka seharusnya dilengkapi  dengan alat bukti pembayaran. "Itu kalau memang pungutan tersebut resmi. Kemudian soal biaya leges, semua dokumen yang diambil oleh rekanan yang  ikut dalam pelelangan semestinya pula dilampiri dengan leges. Tapi kenyataannya, semuanya itu tidak ada. Jadi wajar kalau rekanan menganggapnya sebagai pungli," papar Syamsu Rijal. Syamsu Rijal  menjelaskan, pungutan biaya dalam proses  tender, di luar biaya penggandaan itu jelas Pungli. Berdasarkan  Pasal 14 ayat 11 Kepres 80 tahun 2003 beserta perubahan-perubahannya, lanjut Syamsu Rijal, dengan tegas melarang segala pungutan biaya apapun kepada penyedia barang/ jasa, kecuali biaya penggandaan dokumen pengadaan. Dalam hal biaya penggandaan dokumen ini, menurut Syamsu Rijal, tidak terjadi di daerah lain seperti  Luwu Timur dan Luwu Utara.  "Kalau soal penggandaan dokumen, rekanan sendiri yang diminta untuk melakukan penggandaan ataufoto copy." Ketua BPC Gapensi Kota Palopo ini menyatakan mendukung langkah anggotanya yang mempersoalkan kasus ini secara hukum. (asa)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline