Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Lutfi

Tenaga pengajar dan penjual kopi

Pesona Bahasa Madura yang Memudar

Diperbarui: 18 April 2020   21:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar dari rumahliterasisumenep.org

Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan seseorang untuk menyampaikan maksud dan tujuan. Selain bahasa resmi (bahasa Indonesia), terdapat pula bahasa daerah yang ada di Negara Indonesia. 

Sebut saja seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Melayu, dan bahasa Madura serta bahasa daerah lainnya yang ada di Negara Indonesia. Bahasa-bahasa tersebut biasanya digunakan oleh masyarakat setempat untuk berinteraksi dengan orang lain.

Salah satu bahasa yang memiliki pemakai bahasa terbanyak setelah bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Melayu adalah bahasa Madura. Bahasa Madura digunakan oleh masyarakat yang ada di pulau Madura dan Jawa Timur bagian timur yang disebut daerah tapal kuda. 

Terdapat beberapa dialek dalam bahasa Madura, seperti bahasa Madura dialek Kangean, dialek Sumenep, dialek Pamekasan, dan dialek Bangkalan. Budiwiyanto menyebutkan bahwa bahasa Madura memiliki penutur sebanyak 13.694.000.

Bahasa Madura sama halnya dengan bahasa daerah lainnya, memiliki tantangan sendiri untuk mengikuti perkembangan zaman yang semakin maju agar tidak memudar. Bahasa Madura dihadapkan pada tantangan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang semakin dominan pemakaiannya serta bahasa-bahasa lainnya. 

Selain faktor dari bahasa lain, faktor penutur memiliki pengaruh besar terhadap pudarnya pesona bahasa Madura. Berikut uraian mengenai beberapa faktor tersebut.

Gengsi (Malu)

Perasaan gengsi (malu) kerap kali muncul dalam diri seseorang ketika menggunakan bahasa Madura. Menggunakan bahasa Madura kadang dicap sebagai orang desa. Oleh karenanya, banyak orang (khususnya anak muda) lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia ketika berinteraksi dengan orang lain. Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bentuk pertahanan diri agar tidak dianggap kampungan.

Ambil contoh kecil saja, ketika di pasar, di warkop, atau ketika membeli sesuatu di pinggir jalan, banyak orang yang sudah menggunakan bahasa Indonesia untuk bertransaksi. Padahal kalau diamati antara penjual dan pembeli merupakan orang asli Madura. 

Lantas sebenarnya apa yang membuat malu? Apakah tidak percaya diri menggunakan bahasa Madura sebagai bahasa daerah yang sudah ada sejak lama sebelum bahasa Indonesia? Bukankah bahasa Madura sebagai bentuk kekayaan bahasa yang perlu dilestarikan.

Kurang Gaul

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline