Lihat ke Halaman Asli

Luna Septalisa

TERVERIFIKASI

Pembelajar Seumur Hidup

Ageisme, Ketika Bekerja Dibatasi oleh Syarat Usia Maksimal

Diperbarui: 14 November 2022   15:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi resume melamar kerja (SHUTTERSTOCK/Fizkes)

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang ageisme, Anda bisa membaca artikel ini (sila klik) terlebih dulu. 

Ketika kita bicara tentang diskriminasi di dunia kerja, yang dibicarakan biasanya tidak jauh-jauh dari diskriminasi rasial, agama, gender, disabilitas dan orientasi seksual. 

Namun, jenis diskriminasi di dunia kerja yang ini terbilang underrated. Padahal diskriminasi tersebut nyata dan tidak kalah problematik dibandingkan jenis diskriminasi lainnya. 

Jenis diskriminasi ini namanya ageisme atau diskriminasi usia

Ageisme biasa terjadi pada orang-orang berusia tua. Namun, tidak menutup kemungkinan ageisme juga bisa terjadi pada anak muda. 

Istilah ageisme dipopulerkan pertama kali oleh seorang gerontolog asal Amerika Serikat bernama Robert Neil Butler pada tahun 1969 melalui sebuah tulisan berjudul Age-ism: Another form of bigotry

Dalam tulisannya, Butler memaparkan tiga bentuk ageisme yang sering dialami oleh orang-orang tua. 

Pertama, prasangka yang melahirkan stereotipe. Misalnya, karyawan senior usia 40 tahun ke atas dianggap kolot, keras kepala dan arogan.

Kedua, tindakan diskriminasi. Misalnya, karyawan senior dianggap tidak up to date sehingga tidak dilibatkan dalam pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya kekinian.

Ketiga,  kebijakan institusi swasta maupun pemerintah yang melanggengkan prasangka dan diskriminasi usia melalui rekrutment tenaga kerja yang mensyaratkan usia maksimal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline