Lihat ke Halaman Asli

Luna Septalisa

TERVERIFIKASI

Pembelajar Seumur Hidup

Opini tentang Kritik

Diperbarui: 28 Oktober 2021   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi kritik | image by www slon pics from pixabay

"Jangan bisanya cuma kritik. Kasih solusi juga dong!"

Siapa yang kalau dikritik responnya begini? Masih untung kalau yang mengkritik hanya ditagih solusi. Bagaimana kalau sampai berurusan dengan polisi?

"Kritik yang membangun", suatu hal yang juga akrab di telinga kita atau mungkin kita sendiri pernah melontarkannya.

Sayangnya, frasa ini sering disalahgunakan dan dijadikan senjata untuk membungkam kritik.

"Kritik yang membangun" jika ditinjau secara bahasa, sebenarnya merupakan dua hal yang kontradiktif satu sama lain. Kritik bersifat dekonstruktif atau membongkar sedangkan membangun---sesuai namanya---bersifat konstruktif.

Saya mengibaratkan kritik itu seperti pisau bedah yang digunakan untuk membedah, menguliti, membongkar kesalahan, kebobrokan dan apa-apa yang tidak baik dari suatu kebijakan, sistem, argumentasi, kinerja, hasil karya dan sebagainya.

Kalau ada yang protes kenapa yang dibeberkan kok yang jelek-jelek, ya itulah kritik. Tujuannya memang untuk menunjukkan yang jelek atau cacat.

Kalau isinya mengumbar yang baik-baik, namanya bukan kritik lagi. Itu pujian.

Kembali pada kalimat pembuka, apa iya, kritik yang baik harus disertai solusi? Apakah kritik yang tidak disertai solusi berarti kritik yang buruk dan tidak sahih? Apakah kritik yang tajam dan pedas bisa dikatakan sebagai penghinaan, pencemaran nama baik atau pembunuhan karakter?

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita perlu tahu seperti apa kritik yang baik terlebih dulu.

Syarat Kritik yang Baik

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline