Lihat ke Halaman Asli

Lucky Nugroho

Universitas Mercu Buana

Rasa Memiliki dalam Kepemimpinan Vis a Vis Eksistensi Bank Syariah

Diperbarui: 7 April 2016   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Eksistensi perbankan syariah di Indonesia pada saat ini masih sangat rendah kontribusinya terhadap perekonomian ummat di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari ketidakstabilan perekonomian Indonesia akhir-akhir ini, seperti melambungnya harga daging sapi dan daging ayam, dan kurs US Dollar yang kian melejit terhadap rupiah sehingga menyulitkan pelaku bisnis yang bahan bakunya import untuk meningkatkan produksinya. Bank Syariah dapat dijadikan sebagai solusi pada saat terjadinya krisis dikarenakan bank syariah memiliki filosofi moral dan etika dalam operasionalnya. 

Filosofi moral dan etika bank syariah bukan sekedar terkait halal dan haram tetapi juga mencakup prinsip “MAGRIB” Maysir; yaitu bank syariah melarang transaksi-transkasi yang mengandung unsur judi dan spekulasi, Gharar; yaitu bank syariah melarang transaksi-transaksi yang mengandung unsur ketidakpastian, Riba; bank syariah melarang transaksi-transaksi yang mengandung unsur riba atau kegiatan yang bersifat mentransfer risiko (risk transfer akan tetapi kegiatan bisnis dalam Islam harus berbasis berbagi risiko (risk sharing). Tidak hanya itu saja bank syariah dapat memberikan dampak langsung kepada sektor riil, karena operasional bank syariah juga berdasarkan underlying assets.

Eksitensi Bank Syariah tidak terlepas dari tujuan ajaran agama Islam yaitu untuk mewujudkan maslahat bagi ummat. Maslahat dapat diartikan kebaikan bagi seluruh masyarakat atau ummat. Dalam rangka mewujudkan maslahat ummat tersebut, maka operasional bank syariah memiliki tujuan bukan hanya mencari keuntungan semata (financial performance) tetapi juga memberikan dampak sosial bagi masyarakat (social performance). Maqhasid syariah adalah tujuan dari eksitensi Bank Syariah, yaitu menjaga Agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan, memelihara harta, dan memelihara lingkungan. 

Keseluruhan elemen pada maqhasid syariah tersebut memiliki tujuan menjaga keberlangsungan kehidupan manusia yang lebih beradab. Berkaitan dengan maqhasid syariah tersebut, maka perbankan syariah juga harus berperan aktif dalam pengentasan kemiskinan, meningkatkan taraf kesehatan, dan pendidikan. Oleh karenanya profit bagi Bank Syariah bukan tujuan utama, akan tetapi profit tersebut ditujukan untuk menjaga keberlangsungan suatu bisnis atau operasional Bank Syariah dan memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

Keberhasilan mengembangkan dan menumbuhkan peran bank syariah tidak terlepas dari peran pemimpin pada bank syariah tersebut. Pemimpin berkewajiban untuk membina, menggerakkan, dan mengarahkan semua potensi organisasi yang dipimpinnya sehingga keberhasilan organisasi dalam mencapai suatu tujuannya sangat tergantung dari peran pemimpinnya. Fenomena pertumbuhan perbankan syariah yang sangat tinggi belum tidak diimbangi dengan pemenuhan sumber daya insani yang cukup. 

Cukup diartikan bukan saja dari sisi pemenuhan jumlah pegawai, namun yang lebih utama adalah pegawai yang memiliki kemampuan, kompetensi dan pengalaman dalam mengelola perbankan syariah. Kondisi ini tentunya tidak terlepas dari sejarah perbankan syariah di Indonesia yang masih seumur jagung dan belum adanya dukungan politik dari pemerintah yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan baik dari segi kuantitas dan kualitas perbankan syariah belum sesuai yang diharapkan. Berdasarkan statistik perbankan syariah, kualitas pembiayaan (non performance financing) tahun 2013 ke tahun 2014 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu dari 2,62% menjadi 4,33%. Kondisi tersebut juga berdampak pada net income Bank Syariah pada tahun 2014 mengalami penurunan yang drastis dari Rp3,2Triliun menjadi Rp1 Triliun. Jumlah penurunan net income sejumlah Rp2.2T menggambarkan bahwa penurunan tersebut dikontribusi dari meningkatnya jumlah pembiayaan yang tidak berkualitas di Bank syariah sehingga profitabiltas bank syariah tergerus.  Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan sosok pemimpin yang memiliki komitmen dalam mengelola dan menjalankan perbankan syariah tersebut ke arah yang lebih baik.    

Kepemimpinan dalam perspektif Islam

Keberhasilan ataupun kegagalan suatu organisasi selalu dihubungkan dengan kemampuan seorang pemimpin tersebut. Apabila suatu organisasi tersebut berhasil mencapai tujuannya, maka secara tidak langsung, masyarakat mengatakan pemimpin organisasi tersebut memiliki kemampuan yang baik dan begitupun sebaliknya. Dalam falsafah jawa dikenal dengan terdapat slogan perilaku pemimpin yang seharusnya yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara “Ing ngarso tulodo; Ing Madyo mangun karsa; Tut wuri handayani. Arti dari slogan tersebut menjadi teladan; memberikan semangat atau motivasi dan memberikan kekuatan. 

Sehingga seorang pemimpin memiliki kewibawaan bagi bawahannya dan mampu memberi pengaruh, dan apabila terjadi kesalahan yang dilakukan bawahannya, maka pemimpin mampu membantu dan memberikan solusinya, serta mampu menanamkan kemandirian kepada bawahannya. Selanjutnya perspektif Islam dalam kepemimpinan, sesuai Q.S Ibrahim ayat 4 dan Q.S At Taubah ayat 129: “artinya: Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana (Q.S Ibrahim ayat 4).” Pada Ayat selanjutnya (Q.S At Taubah ayat 129) Artinya: Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, terasa berat baginya penderitaanmu lagi sangat mengharapkan kebaikan bagi kamu, sangat penyantun dan penyayang kepada kaum mukmin.

Berdasarkan kedua ayat Al Qur’an tersebut di atas, maka seorang pemimpin dituntut untuk memahami kehendak dan memperhatikan kondisi bawahan yang dipimpinnya. Allah memerintahkan pada manusia, khususnya orang-orang yang beriman, agar taat dan patuh kepada Rasulullah saw. Ketaatan dan kepatuhan pada beliau sebagai manusia pilihan Allah SWT. merupakan perwujudan kepemimpinan Allah SWT. secara nyata di muka bumi ini. Kepribadiannya sebagai pemimpin di dalam pola pikir, bersikap dan berperilaku, merupakan pancaran isi kandungan al-Quran sehingga sepatutnya diteladani. Untuk itu bukan beliau yang memerintahkan atau menganjurkan agar mengambil suri teladan dari perkataan, perbuatan dan diamnya, tetapi justru datangnya dari Allah SWT.

Perubahan perekonomian dunia yang disebabkan globalisasi, menuntut adanya pembangunan yang berkelanjutan. Urgensitas informasi yang dikombinasi dengan kompleksitas bisnis saat ini, meningkatnya kompetisi usaha menjadikan tantangan bagi para pemimpin untuk lebih transparansi dan meningkatkan kompetensinya dalam mengendalikan perusahaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline