Lihat ke Halaman Asli

Lembayung Lumintang

Mahasiswa aktif Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Membangun Semangat Belajar Saat Mengalami Culture Shock pada Awal Masuk Dunia Perkuliahan

Diperbarui: 5 Desember 2022   03:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi seseorang mengalami kecemasan dan frustasi karena culture shock di awal masuk kuliah. Sumber: Pexels/Kat Jayne via Kompas.com

Hampir seluruh orang mengalami culture shock saat masuk dunia perkuliahan. Sebagai orang yang baru lulus dari sekolah menjadi mahasiswa di universitas, tentu wajar apabila mengalami culture shock tersebut, karena bukan hanya satu dua orang mahasiswa baru yang merasakan, tetapi hampir semua mahasiswa baru tersebut merasakan hal yang sama. 

Juga hal tersebut merupakan sebuah fenomena adaptasi dan penyesuaian situasi dari masa sekolah ke masa kuliah. Apalagi di saat kondisi seperti ini yang sudah mulai kembali normal setelah pandemi Covid-19 yang mengharuskan melakukan pembelajaran secara daring di rumah.

Culture shock merupakan situasi dimana seseorang merasa kaget, cemas, hingga syok dalam menghadapi kultur yang ada di sekitar lingkungannya. Hal tersebut menimbulkan perasaan yang tidak nyaman, tidak tenang hingga merasa terancam yang dialami oleh orang tersebut. Karena ia merasa lingkungan di tempat barunya berbeda dari tempat yang selama ini dikenalnya. Padahal ancaman tersebut bukannlah suatu ancaman sebenarnya yang benar akan terjadi.

Di dalam dunia perkuliahan, seseorang juga bisa merasakan hal demikian saat memasuki lingkungan baru. Seseorang akan merasakan cemas berlebih karena ia merasa terancam apabila berada di lingkungan baru tersebut. Selain itu, dari adanya culture shock dalam dunia perkuliahan akan berdampak juga pada diri seseorang yang menyebabkan ia mempunyai rasa tidak percaya diri, menarik diri dari lingkungan sosialnya, juga rasa frustasi.

Memasuki tahun ajaran baru tentu saja banyak diwarnai oleh peristiwa gegar budaya yang dialami oleh hampir semua orang, terutama peserta didik. Mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Bahkan orang yang sudah bekerja pun juga bisa merasakan hal tersebut. 

Menurut Oberg dalam Ridwan (2016:197), gegar budaya adalah sebuah penyakit yang diderita karena hidup di luar lingkungan budayanya, dan dalam proses untuk menyesuaikan diri di lingkungan barunya.

Tidak sedikit orang yang mengalami culture shock karena pengaruh lingkungan sekitarnya. Seperti contoh seorang lulusan sekolah yang sedang menjalani kehidupan barunya di lingkungan universitas. 

Metode belajar dan lingkungan sosial di universitas tentu berbeda jauh dari lingkungan belajarnya dulu. Sehingga secara tidak langsung ia harus menerima budaya yang terdapat di dalam lingkungan kampus tersebut yang sebelumnya tidak ada di lingkungan sekolahnya.

Biasanya hal demikian bisa menyebabkan seseorang takut untuk memulai aktivitas di dalam dunia perkuliahannya itu. Seperti takut untuk datang di mata kuliah. Hal tersebut justru akan menghambat proses akademiknya di dalam perkuliahan, karena tidak semangatnya seorang mahasiswa tersebut dalam menjalani kegiatan belajarnya di dalam kampus.

Sebagai bentuk dari sebuah adanya culture shock atau biasa yang disebut dengan gegar budaya di lingkungan mahasiswa, pasti memiliki dampak bagi orang yang merasakannya. Dampak tersebut bisa dipaparkan sebagai berikut:

  • Muncul perasaan frustasi hingga depresi
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline