Lihat ke Halaman Asli

Listhia H. Rahman

TERVERIFIKASI

Ahli Gizi

Pengalaman Ikut Dugderan dan Kiriman Nyadran yang Maknyus!

Diperbarui: 9 Mei 2019   22:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi | https://www.inibaru.id

Sama-sama menyambut Ramadan, beda cara merayakan. Emang ya Indonesa beneran kaya !

Adalah wajar jikalau datangnya bulan mulia bernama Ramadan disambut dengan suka cita. Apalagi di Indonesia dengan populasi muslim yang mendominasinya. Rasanya tiap daerah memilik caranya masing-masing dalam memperlakukan bulan puasa. Perlakuan yang beda tetapi memiliki inti yang sama, sebagai ungkapan rasa bahagia akan datangnya bulan suci yang berlimpah pahala.

Saya memang belum banyak mengelilingi wilayah Indonesia untuk merasakan bagaimana penyambutan Ramadan. Kebanyakan hanya saya tahu melalui berita di internet atau tayangan di televisi. Namun saya percaya, semua cara penyambutan yang tercipta memiliki filosofi masing-masing yang punyai makna mulia. Ah,iya. Dari banyaknya cara menyambut Ramadan, saya cukup beruntung karena setidaknya saya pernah merasakan secara langsung dua tradisi yangberkesan sampai hari ini.

Pengalaman Ikut Dugderan, Sambut Ramadan ala Masyarakat Semarangan

Masjid Kauman | https://www.suara.com

Sempat menempuh pendidikan di Kota Lumpia ternyata menciptakan kenangan yang tidak akan mudah saya lupa. Salah satu kenangan yang saya simpan adalah soal perayaan menyambut Ramadan bernama dugderan.

Penamaan dugderan diambil dari bunyi "dug" yang berasal dari bedug yang dibunyikan saat  ingin salat maghrib dan "deran" yang diambil dari bunyi mercon yang memeriahkan acara ini. Ya, dari namanya saja sudah mencerminakan jikalau acara penyambutan ala masyarakat kota Semarangan ini diciptakan untuk menyemarakan datangnya Ramadan,bukan?  Dan memang bukan hanya nama saja, nyatanya tiap kali perayaan dugderan hadir, masyarakat selalu menyambutnya dengan ramai.

Dikutip dari Wikipedia, sejarah tradisi dugderan sudah lama dilakukan yaitu sejak tahun 1882. Dimana waktu itu masa Kebupatian Semarang berada di bawah kepemimpinan Bupati R.M Tumenggung Ario Purbaningrat.

Dahulu, tradisi ini dipusatkan di Kawasan Masjid Agung Semarang atau Masid Besar Semarang (Masjid Kauman) yang berada di pusat kota lama Semarang (dekat pasar Johar).Dalam tradisi ini akan muncul semacam pasar malam yang menyediakan berbagai macam barang, yang memaknai bahwa dugderan tidak hanya sebatas sebagai media dakwah pun sebagai hiburan masyarakat.

Kalau tidak salah ingat, waktu itu di tahun 2013 adalah kali pertama saya datang ke acara dugderan ini. Bahkan bukan hanya datang sebagai pengunjung semata, melainkan pengisi acara sebagai utusan dari unit kegiatan mahasiswa. Saya dan ketiga teman lainnya menampilkan tarian Tak-Tok dengan rebana kecil sebagai properti. Lokasi pementasannya pun persis di samping Masjid Kauman, masjid dimana dugderan bermula. Ya, itulah kesan yang tidak akan saya lupa dalam menyambut Ramadan di kota Semarang. Jadi rindu.

Kecipratan Nyadran : Tidak Ikut, tapi Selalu Dapat Kiriman   

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline