Lihat ke Halaman Asli

Vriska Liska Sihombing

#perempuanadalahmasadepan

Perempuan Simbol Demokrasi yang Timpang?

Diperbarui: 7 April 2021   18:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi unjuk rasa yang dilakukan oleh perempuan. (sumber: pixabay)

"Bila demokrasi hendak diucapkan sebagai pencapaian peradaban, maka pengalaman ketidakadilan perempuanlah yang harus menjadi ukuran tertingginya."

Begitulah sepenggal kalimat dalam pengantar sebuah buku berjudul Politik Harapan [Perjalanan Politik Perempuan Indonesia Pasca Reformasi] karangan Ani Soetjipto yang diutarakan Bung Rocky Gerung.

Bukan tanpa alasan dan hal itu pula lah yang membuat penulis penasaran dan ingin menuliskan maksud ketimpangan demokrasi tadi lewat perempuan dan posisinya. penulis memaknai dan menyingkat kalimat pengantar di atas menjadi "perempuan dan kedudukannya adalah simbol dari praktik gagalnya perwujudan demokrasi."

Politik perempuan adalah politik untuk memperbaiki peradaban. Apakah kita terlalu dini dan enggan mengakui hal itu? 

Tidak salah kita mengakuinya dan mari melihat rangkaian fakta empiris tentang peran strategis perempuan untuk mendorong kemajuan pembangunan hidup berbangsa dan bermasyarakat.

Perempuan sebagai agensi pedesaan

Perempuan desa memiliki potensi untuk menggerakkan dirinya dan masyarakat menuju desa berdaulat dan berkeadilan. Sebagai agen pembangunan dan pembaharuan perempuan di pedesaan disamping peran domestiknya.

Peran perempuan bisa diakomodir lewat sebuah gerakan komunitas, baik itu komunitas terbuka di mana perempuan tergabung di dalamnya, contohnya serikat tani maupun komunitas yang diciptakan dan digerakkan oleh kaum perempuan itu sendiri.

Peran perempuan terlihat dari aktivitas yang mereka lakukan di pedesaan. Contoh, dalam berbagai konflik agraria dan sumber daya alam yang terjadi, perempuan terlibat langsung dalam mempertahankan tanah dan sumber daya alam mereka. 

Di Sumatera Utara misalnya, perempuan adat Sipituhuta selalu berada di depan dalam aksi-aksi menolak kehadiran PT. TPL  sebuah perusahaan HTI yang mendapat konsesi hutan di atas hutan kemenyan milik komunitas adat Sipituhuta.

Demikian juga halnya perempuan/Ibu-ibu Masyarakat Adat Sihaporas yang tergabung dalam AMMA (Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Adat) Sihaporas turut turun dan berpartisipasi untuk menyuarakan hak masyarakat adat Sihaporas Kabupaten Simalungun di mana PT. TPL telah merebut lahan hutan adat masyarakat adat setempat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline