Lihat ke Halaman Asli

Lina Achien

berusaha mengisi hidup dengan hal-hal yang bermanfaat

Pemilu: Nilai Suara Warga Negara Sebaiknya Tidak Disamaratakan

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak hasil pemilu legislatif yang baru lalu di luar dugaan. Orang yang diprediksi  tidak akan terpilih karena berbagai permasalahan pribadi yang heboh diberitakan di berbagai media ternyata mendulang suara yang banyak dan melenggang dengan penuh arogan menuju kursi legislatif. Ada Aceng Fikri yang  dihujat karena menikahi ABG selama 3 hari. Ada Karolin Margaret Natasha yang heboh dengan video seksnya. Ada  keluarga Atut yang belum lama ini jadi perhatian karena sudah membentuk dinasti kekuasaan. Banyak lagi contoh caleg bermasakah yang sukses di pemilu legislatif. Walaupun banyak yang menghujat, tapi secara mengejutkan dukungan masyarakat di wilayah pemilihan masing-masing masih tinggi.

Apakah masyarakat kita memang pelupa? Dalam waktu singkat mereka telah lupa kalau caleg pilihan mereka orang bermasalah. Apakah masyarakat kita sangat pemaaf, walaupun bersalah, gampang memberi maaf. Atau masyarakat kita masih banyak yang tidak punya wawasan, tidak mau berpikir panjang dan gampang terbujuk rayuan?

Dengan diiming-imingi janji manis, mereka menjadi terpesona. Dengan diberi bantuan ini itu mereka memilih sang caleg. Dengan bagi-bagi uang, mereka terpedaya. Umumnya masyarakat yang mau terbujuk dengan hal seperti itu adalah masyarakat yang tidak berpendidikan, masyarakat yang ekonominya lemah. Masyarakat  ini tidak mau susah untuk menentukan mana caleg yang benar-benar akan memperjuangkan kepentingan masyarakat atau hanya memperjuangkan kepentingan pribadi dan golongan. Untuk memikirkan pemenuhan kebutuhan sehari- hari saja mereka susah, Mirisnya, masyarakat seperti inilah yang jumlahnya sangat banyak.

Alhasil, karena masyarakat kecil yang tak mengerti apa-apa ini jumlahnya banyak, maka suara mereka inilah yang jadi sasaran empuk bagi para caleg dan tim sukses untuk diarahkan agar memilih caleg tertentu. Suara masyarakat  inilah yang menjadikan  orang yang sebenarnya tak pantas bisa menang.

Andai nilai suara warga negara tidak sama, tentu hasil pemilu yang aneh-aneh ini tidak akan terjadi. Pemuka agama, kaum cerdik pandai, mahasiswa beda nilai suaranya dengan orang yang tak perpendidikan, orang daerah terpencil yang belum bisa menikmati teknologi, para preman yang selalu menimbulkan keresahan, penjahat yang sekarang menjalani hukuman dan sebagainya.

Ibarat di rumah tangga yang punya banyak anak, jika ada masalah yang harus dimusyawarahkan, apakah kita menyamakan nilai pendapat anak kita yang sudah dewasa, sudah berpikiran luas dengan anak yang masih kecil? Tentu saja tidak.  Apakah berarti kita tidak adil? Justru di sinilah letaknya keadilan, menempatkan sesuatu sesuai dengan porsi yang pas dengan tujuan akhir untuk kebahagiaan dan kesejahteraan bersama.

Ada baiknya suara masyarakat itu dibagi atas beberapa kelompok nilai. Misalnya satu suara mahasiswa nilainya 30 kali lipat suara masyarakat  yang sekolahnya hanya sampai SD. Satu suara pemuka agama nilainya 50 kali lipat suara penjahat yang sedang di bui dan seterusnya. Dengan cara seperti ini  diharapkan caleg yang terpilih benar-benar orang yang tepat. Tidak bisa lagi dengan mengandalkan"  serangan fajar", tidak bisa lagi dengan mengandalkan bagi-bagi sembako. Tidak bisa lagi dengan mengandalkan bagi-bagi jilbab dan lain sebagainya. Para caleg harus bisa meyakinkan para pemilih melalui visi dan misinya. Para caleg harus mempunyai kepribadian dan prilaku yang terpuji. Diharapkan dengan sistem beda nilai suara ini, pemimpin yang terpilih benar-benar akan membawa kemajuan bangsa.

Begitu juga dengan pemilu presiden yang akan datang. Masyarakat  kecil gampang termakan isu. Orang bilang Jokowi begini dia percaya, Prabowo begitu dia juga percaya. Akhirnya bingung sendiri mau pilih yang mana. Di sinilah diharapkan, masyarakat yang berpendidikan, yang sadar hukum, yang melek teknologi, tokoh agama dan tokoh masyarakat mempunyai nilai suara yang lebih tinggi sehingga hasil pemilu lebih baik.

Bagaimana pendapat anda?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline