Lihat ke Halaman Asli

Lina Wati

S1 Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

Pahami Pandemic Bond dan Langkah BI Melakukan Last Resort

Diperbarui: 4 April 2020   09:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: bank indonesia

Kementrian keuangan menerbitkan SUN atau SBSN untuk membiayai defisit fiskal dan dalam defisit fiskal ada post terkait pemulihan ekonomi.

Perry Warjiyo selaku Gubernur Bank Indonesia menuturkan bahwa dalam penerbitan SUN/SBSN yang berkaitan dengan bagaimana 150 trilliun bisa membantu pemulihan ekonomi. Sehingga perlu jelas terminologi pandemic  bond yang mana.

Perry Warjiyo menegaskan bahwa jangan sampai salah interpretasi terkait pandemic bond, yang terpenting adalah SUN atau SBSN digunakan untuk pembiayaan defisit fiskal dan pemulihan ekonomi.

Kementrian keuangan akan merealokasi anggaran, menggunakan SILPA, dana dana LBU, serta pinjaman program dari bank pembangunan asia dan bank dunia serta penerbitan SUN dan SBSN baik di global maupun di domestik. sehingga kementrian keuangan perlu meningkatkan target lelang di domestik, perlu juga meningkatkan global bond yang akan diterbitkan.

Komunikasi dengan para investor global sangat dimungkinkan untuk meningkatkan besarnya global bond yang akan dikeluarkan dimana rencana semula sebesar 8 milliar USD tanpa menyebabkan tingkat suku bunga yang tinggi sesuai dengan pasar.

Sehingga tidak hanya kementrian keuangan tetapi juga BI untuk menjaga agar tingkat suku bunga tidak tinggi dan rasional jika melihat kondisi pasar sekarang. Sesuai dengan UU BI bahwa tingkat suku bunga tidak boleh lebih dari pasar primer dan dalam peraturan perundang undangan dimungkinkan untuk BI membeli  SBN/SBSN jika pasar tidak bisa menyerap dengan baik dalam kondisi tidak normal.

Tetapi jika waktu normal maka BI hanya akan membeli dari pasar sekunder itu pun dalam stabilisasi nilai tukar dan stabilisasi pasar SBN.

BI tidak hanya melakukan last resort tetapi juga melakukan Quantitave Easing, seperti BI telah menginjeksi likuiditas hampir 300 trilliun serta menurunkan tingkat suku bunga 4,5%. Permasalahannya likuiditas yang sudah di injeksi di sektor keuangan bagaimana caranya agar mengalir di sektor riil.

Sehingga injeksi yang dilakukan bisa menumbuhkan konsumsi masyarakat, UMKM dan dunia usaha. Inilah mengapa stimulus fiskal diperlukan. Sehingga kementrian keuangan mengalokasikan tidak hanya 70 trilliun untuk kesehatan tetapi juga 110, 1 trilliun untuk social safety net (bantuan sosial). Stimulus fiskal yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat membantu masyarakat melakukan aktivitas sehari hari serta melakukan konsumsi, sehingga konsumsi ini bisa mendukung pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, dalam stimulus fiskal juga ada keringanan pajak, serta untuk KUR kurang lebih 70 trilliun, untuk pemulihan ekonomi dan industri sekitar 150 trilliun, sehingga stimulus fiskal dilakukan agar konsumsi naik, dunia usaha naik dan injeksi likuiditas yang dilakuan bank sentral dapat menyatu dengan stimulus fiskal pemerintah. Sehingga injeksi yang mengalir di sektor keuangan bisa dapat mengalir ke sektor riil.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline