Lihat ke Halaman Asli

Abdul Azis

Wiraswasta

Rindu Memanggil Gigil Ko

Diperbarui: 21 September 2020   12:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Docnews.com

"Untuk yang sedang merindukan ayahnya di penginapan terakhir."

Rindu Memanggil Gigil
_________
Ayah...
Jika matahari masih mampu mendekatkan kita menjadi cerita antara cinta dan kedip suara. Aku ingin kau duduk menceritakan kembali aroma perjuangan yang kau sembunyikan. Asin langkah yang tak habis-habis menyentuh tanah.

Tubuh setia yang kau gendong-gendong menghadang peluru waktu. Restumu yang utuh didasar pesan :

" Anakku. Jika suatu hari nanti kau sudah benar-benar sukses. Pulanglah dan hiasilah rumah yang sedang bocor karena, ketidakmampuan ayah ini. Atapi dengan tulus. Dan biarkan pintunya selalu terbuka untuk kita yang tak lupa menaburinya makna."

Ayah...
Masikah keributan subuh itu terdengar?. Kau merangkul satu botol air, lalu meninggalkan pelukan hangat di keningku. Dan entah apa yang kau hadapi diluar sana. Bagiku segalanya telah menjadi kawanmu agar kami tak kedinginan didalam sana.

Ayah...
Ibu telah membuatkanmu kopi hangat. Dan aku yang dekat diujung halaman rumah menantimu pulang. Menanti dekap, mencari yang redup. Kau telah meninggalkan sayap-sayap ayat. Singkat suaramu, ingat tawamu :
Aku merindukan lagu senyummu, ayah.

Ayah...
Sejatinya kau lelaki yang kuat karena hati. Penuhi arti, tumpahi mimpi. Menepi diammu masih tersimpan dalam alam. Malam habiskan kita saling berdiri menjatuhkan air mata. Kata-kata perindu, sendu tak pernah layu. Merayumu dibalik pundak, kau tunduk lalu pamit tanpa kalimat.

Ayah...
Aku ingin kau kembali. Melihatku tumbuh layaknya sejarah yang dicongkel kegelapan. Mendengar riak teriakku yang pecah menancap. Sekap sikapku kadang membuatmu sehalus tabah, seluas merabah. Bongkahan sinar dari matamu adalah satu-satunya kepastian bahwa ada seribu kesejukan tertanam subur disana.

Ayah...
Kau adalah warna dari kanvas taman Eden. Karya Tuhan paling puitis. Pohon kehidupan yang berdiri napaskan kami. Kau lelaki yang tak bisa diterjemahkan oleh apapun.

Ayah...
Aku merindukanmu dari dasar waktu ibu. Mencubit tanganmu sebatas doa.

Kediri, 21 September 2020
Buah karya: Abdul Azis Le Putra Marsyah




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline