Lihat ke Halaman Asli

Abdul Azis

Wiraswasta

Rumah Kecil Penyair

Diperbarui: 20 September 2020   11:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Docpri

Biarkan ku petik matamu sebagai tanda restu perjuangan, ibu.
Melukis setangkai cinta atas nama rahim yang terluka, dekatkan kembali dongengmu menaburi lucunya angin menggebuk ranting zaman. Bernapas tentang politik yang kau lipat-lipat didalam lemari Abu Nabas.

Panas dan tumitmu sengit melawan aroma pasar pagi. Tak terbagi, juga tak beragi, kau puisi yang hidup dalam arti, ibu.
Kau perempuan di tanah-tanah nanah. Dalam dada, raga kisahkan tempat berteduh. Jemuri sedih, lumpuri tabah.

Kau ajak tanganku menjahit bulan menjadikannya perlawanan, matahari yang tak menggadaikan isi kehidupan.

Ibu, Kau padi dalam mengabdi. Sejatinya perempuan adalah doa yang subur mengalir deras dibatas nadi. Nadakan hati, gandakan budi pekerti.

 Kau pengarti tentang sejatinya hidup adalah pilihan, bukan batang melati ataupun suara belati. Kendati jiwamu seperti kandil menemani api.

Ibu, biarkan debu negeri ini melakoni pesta omong kosong sebab kehadiran kita adalah tetap melawan. Kawanan politik tumpahkan cawan kemunafikan. Memilih diam bukan cemilan yang harus ditawarkan. Memilih tenang sudah tak jadi kedinginan. Biarkan ingin, tiraikan kepal tangan. Perahu pemberontak akan dilayarkan!.

Ibu, ini bukan tentang pandemi. Ini tentang masker biasa yang kau kenakan dan luar biasa yang kau tunjukkan

Kediri, 20 September 2020
Buah karya: Abdul Azis




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline