Lihat ke Halaman Asli

Antara Denting 'Ping!' dan Rahasia Hati

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mungkin di antara banyak lelaki yang kutemui, justru dialah yang dengan jujur mengatakan padaku, bahwa dia mudah jatuh hati kepada kesedihan. Lelaki itu begitu lembut, hatinya mudah luluh jika ada perempuan menangis dan sedih.

Dan itu membuatku sadar, bahwa mungkin, dialah lelaki  yang tidak akan pernah jatuh hati padaku. Sebab selalu aku mampu menyembunyikan sedihku. Tawaku yang berderai-derai, candaku yang tak henti. Ketika sedihku di hatiku mulai menampakkan diri di permukaan, biasanya tak kubiarkan dia melarut berlama-lama. Segera kualihkan, dengan berbagai macam cara.

Padahal lelaki itu, mungkin telah membuatku jatuh hati lagi setelah berpuluh tahun lalu. Bagaimana aku bisa membuatnya jatuh hati, jika yang membuat hatinya luluh tak bisa kulakukan? Harapan yang kupendam menjelma menjadi mimpi. Mimpi-mimpi yang berbeda dengan tokoh yang sama. Lelaki itu.

Mimpi, itu memang bukan satu-satunya ruang temu untukku berbagi rindu dengan cinta yang telat tiba. Tidak.... Ada banyak ruang temu lain, di dunia maya. sms-sms kami yang begitu banyak merangkai anak kalimat. Bak pujangga kami tuangkan segala rasa. Cukupkah itu? Tidak juga...

Di antara denting 'ping!' yang tak pernah berhenti dari gadgetnya, kita ciptakan ruang temu rahasia, bukan dalam mimpi. Meski aku tau, bunyi-bunyi 'ping!' itu bersumber dari perempuan yang meluluhkan hatinya, yang membuatnya jatuh hati... tangan kami tetap bergenggaman, bibir kami menyatu, lidah kami saling memagut, tangannya tak henti menjalari seluruh tubuhku...

Dia jelas tau aku jatuh hati padanya... cinta yang terlambat diungkapkan. Dan dia tau bahwa aku tau ia jatuh hati pada perempuan lain yang membuat hatinya luluh karena kesedihan-kesedihan jalan hidup yang membuatnya menangis. Dia tau bahwa aku tau dia mudah jatuh hati pada perempuan yang begitu lemah, yang bisa bersandar di bahunya, dan menangis sepuas hatinya.

Kemudian dia menyebutku wonder woman. Perempuan tegar yang hidup sangat mandiri jauh di perantauan. Disebutnya itu, juga pada teman laki-lakinya ketika kami duduk bersama, sambil direngkuhkan lengannya di bahuku, diusapnya rambutku dengan lembut. Aku bergetar karenanya.... Hatiku benar-benar jatuh, luluh. Tak pernah ada laki-laki yang memperlakukanku seperti itu, Di depan orang lain, tanpa ragu dicubitnya pipiku, diciumnya, dan dibelainya rambutku. Ah, Wonder Women, itu yang dia sebutkan. Padahal itu perempuan yang pastinya tidak akan membuat hatinya luluh dan jatuh hati padaku.

Khawatir. Sesak. Ragu. Padahal itu dilakukannya jelang keberangkatanku ke tempat yang makin jauh. Dan setelah itu, Ramadhan pun datang. Dia semakin menjauh. Kami tak bisa lagi bertemu, di dunia nyata atau di dunia maya. Tak bisa lagi sms-an di siang hari, dan malam hari aku tau dia akan sibuk dengan ibadahnya. Lebih dari itu, tak ingin aku mengotori kesucian bulan ini, keindahan ibadah-ibadah di dalamnya, buatku dan dirinya.

Kalaupun wonder women tak akan membuat hatinya luluh dan jautuh cinta, aku ingin menjadi olive oyl, yang dengan kelemahlembutannya justru memperkuat Popeye. Haruskah aku mengubah diriku menjadi wanita lemah yang akan bergantung padanya? yang bisa merebahkan kepalaku dan menangisi kepedihan hatiku di bahunya?  Tidak. Ternyata tidak bisa. Aku hanya bisa melakukan itu diam-diam dalam kesendirian, pada bantal-bantal dan gulingku, atau menangis deras dan keras berbareng dengan derasnya air pada keran kamar mandiku, sehingga tetangga tak akan tau... Aku tak mampu mengubah kebiasaan ku yang tumbuh sejak masa kecilku untuk meluluhkan hatinya dan membuatnya jatuh hati padaku.

Aku tak ingin kehilangannya, aku tak mau ia menjauh untuk kedua kalinya, setelah puluhan tahun kupendam cintaku. Meski tak mungkin untuk memilikinya utuh. Biarlah, di antara cinta yang datang terlambat, di antara denting 'ping!' BBM-nya dengan kekasih hatinya, di antara status dan komen di facebooknya, di antara kerumunan teman perempuannya, di antara canda teman-teman lelakinya, di antara perempuan-perempuan dalam rumah tangganya, cukup kupejamkan mataku untuk sampai di sana, di ruang hatinya. Jika puluhan tahun lalu, aku mampu melakukannya, barangkali beberapa tahun yang tersisa, aku pun bisa....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline