Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

[Langit Seputih Mutiara] Toleransi Minoritas, Mencintai Hidup Terbatas

Diperbarui: 10 Januari 2019   07:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Durasi kerjanya sembilan jam. Mulai jam delapan pagi hingga jam lima sore. Namun, Gabriel sudah tiba di rumah mewah tepi pantai sejak pukul enam pagi.

Diam-diam ia memasakkan bekal makan siang untuk Syifa. Pagi ini, ia membuatkan chicken teriyaki untuk gadis itu. Gabriel memasukkan lunchbox berisi masakannya ke dalam tas Syifa. Ia hafal koleksi tas yang dipakai Syifa tiap hari. Tak mungkin keliru.

Selesai memasak, Gabriel bergegas ke halaman. Ia memotong rumput tanpa diminta. Menggunting mawar, menebar pupuk pada tanaman-tanaman hias lainnya. Saat menyiram bunga lily putih, ia terkejut mendapati sejumlah kutu putih di atas kelopak bunga. Ternyata bunga lily kesayangan Arlita sakit. Tergesa ia kembali ke dapur. Mengambil air bekas cucian piring, lalu menyemprotkannya pada kutu-kutu putih pembawa penyakit itu. Sambil melakukannya, Gabriel berdoa agar bunga lily terbebas dari penyakit tanaman dan tumbuh subur.

Kesibukannya merawat tanaman terusik oleh dentaman bola basket. Gabriel berpaling. Di halaman belakang, dilihatnya Deddy tengah bermain basket sendirian. Tubuh boleh tergerus usia, tetapi bakatnya tetap mengagumkan. Teknik shoot, pivot, dan lay upnya bagus sekali. Deddy membuat tembakan-tembakan indah ke dalam ring.

"Mau main basket denganku, Gabriel?"

Gabriel tersentak kaget mendengar tawaran Deddy. Dengan ragu, ia menerima bola basket lalu mulai mendribelnya. Sudah lama sekali ia tak bermain basket. Sejak rentetan peristiwa mengubah hidupnya. Deddy bertepuk tangan dan memuji saat bolanya menyentuh area three point.

"Aku minta maaf karena kasar padamu tempo hari." kata Deddy tetiba.

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Tuan." balas Gabriel.

"Kamu tahu? Dulunya aku guru Sekolah Minggu. Setelah puja bakti, aku mengajar anak-anak mengenal Tuhannya." Deddy mulai bercerita. Gabriel sabar mendengarkan.

"Assegaf mengenalkanku pada Islam. Hatiku tergerak. Aku berpindah keyakinan. Sikap teman-temanku berubah. Mereka menjauhiku, tidak menghargai pilihanku, dan memberiku sanksi sosial. Aku tak habis pikir dengan mereka. Mereka selalu berteriak-teriak menuntut toleransi pada mayoritas, tapi mereka sendiri tidak bisa toleran."

Tak ada jawaban. Gabriel hanya jadi pendengar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline