Lihat ke Halaman Asli

Percakapan di Poskamling

Diperbarui: 18 Juni 2016   16:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bapak-bapak di poskamling tampak merembukkan suatu masalah. Mereka mengerutkan dahi masing-masing. Namun, ada satu orang yang tampak acuh tak acuh. Rupanya ada yang lebih mengasyikkan daripada papan catur, sepiring kacang rebus, dan gelas-gelas kopi di tengah mereka.

“Kita harus perbanyak warga yang ronda,” ucap Pak Ramli, seorang buruh kebun tembakau.

“Percuma banyak kalau kerjaannya tidur terus,” sahut Pak Darno, pengusaha kayu bakar.

“Ya, mesti ditegur bagi yang tidur! Kalau penjagaan tidak optimal, yang optimal adalah pencurian,” kata Pak Lukman, seorang PNS.

Teguh tampak manggut-manggut saja di sudut. Dia bersandar sembari mengisap-embuskan asap rokok.

“Guh, jaga kesehatanmu! Rokok itu bikin miskin,” tegur Pak Lukman.

“Lah, bagaimana bisa bikin miskin, Pak?” tanya Teguh, bingung. Rokok ditaruhnya di asbak. Tangannya merayap ke tengah-tengah. Hap! Kacang rebus mulai bercumbu dengan bibir hitamnya.

“Kamu keasyikan merokok, tidak berpendapat tentang keamanan desa ini, maling pun akan gampang masuk rumahmu, Guh!” kata Pak Darno.

“Nah, benar itu!” sahut Pak Lukman.

“Hahaha.... Ada-ada saja bapak-bapak ini. Rokok ini malah bikin kaya. Lihat saja pengepul daun tembakau itu. Pak Gun itu! Rumahnya kayak istana,” kata Teguh.

“Iya, tapi dia tidak pernah ngeronda.” Pak Ramli memasang muka masam. Seluruh kampung tahu Pak Gun memang juragan tembakau yang kaya raya. Sayangnya, dia jarang berbaur dengan warga, termasuk tidak pernah ngeronda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline