Lihat ke Halaman Asli

Langit Muda

Daerah Istimewa Yogyakarta

Mbok Jum Pulang Kampung

Diperbarui: 20 April 2019   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebut saja namanya Mbok Jum. Asal dari Boyolali. Salah seorang asisten rumah tangga di lingkungan permukiman kami.

Saya dengar cerita ini. Rabu pagi, 17 April 2019, sekitar pukul setengah tujuh, Mbok Jum naik ojek ke Janti, yaitu sekitar pertigaan Janti Flyover, tempat orang banyak menunggu bis jurusan Solo. Mbok Jum lebih memilih di Janti, karena kalau ke Terminal Giwangan jauh di selatan. Meski bila naik dari Giwangan peluang duduk lebih besar, selain itu juga bisa memilih bis jarak jauh jurusan Surabaya. 

Bus jurusan Surabaya jarang berhenti, dan hanya mau menaikkan penumpang di terminal saja, karena sudah ada kesepakatan dengan bus Jogja-Solo, bila sebelum malam adalah jatahnya bus Jogja-Solo. 

Saat malam bus Jogja-Solo sudah tak beroperasi barulah bus jurusan Surabaya boleh mengambil penumpang di jalan. Memang lebih enaknya naik bus jarak jauh, jarang ada pengamen, ketimbang bus bumel yang pengamen naik turun tak pernah sepi.

Ketika hari Kamis balik lagi ke Jogja, Mbok Jum bercerita. Di Janti menunggu hingga satu jam dengan banyak calon penumpang. Padahal biasanya cukup 10 menit saja sudah dapat bus. Ketika bisa naik, dan mesti berdiri tak kebagian kursi, lewat pertigaan dekat bandara Maguwo, dilihatnya ada sekitar 30-an calon penumpang yang sudah menunggu, tak bisa naik bus karena sudah sedemikian penuh.

Sampai Kartasura, Mbok Jum turun. Biasanya menanti bus jurusan Solo-Semarang, tapi kali ini lama menunggu tak ada yang lewat. Akhirnya Mbok Jum memilih "estafet", yaitu dengan angkot jarak pendek. Setelah berganti dua angkot, disusul dengan naik ojek dari pertigaan jalan besar ke desanya, jam sebelas baru sampai rumah. Setelah "bongkar muatan" dan istirahat sejenak, Mbok Jum menuju TPS yang tak jauh dari rumahnya.

Ada cerita lucu ketika Mbok Jum mencoblos. Kebetulan bilik suara terletak di teras yang berlantai bagus dan bersih. Secara reflek Mbok Jum mencopot sandalnya dan berjalan ke bilik suara. Untung cucunya segera mengingatkan, "Mbah, sandalnya ndak usah dilepas..." Diiringi ketawa sejumlah pemilih. 

Mendengar ceritanya saya malah jadi ingat kisah seseorang yang melepas sandalnya ketika hendak naik lift, dan bingung ketika keluar lift sandalnya ndak ada. Selesai mencoblos Mbok Jum bingung lagi, hendak duduk kembali ke tempat semula. 

Lalu diarahkan petugas untuk ke kotak suara dan pencelupan tinta. Mbok Jum baru paham bila "rute" keluar dan "rute" masuk itu beda. Cucunya bercanda ke Mbok Jum, "Kalau tadi mau nyoblos sandalnya dilepas, nanti rute setelah keluar biliknya beda, bisa pulang nyeker karena ndak ketemu sandal."

Hari itu selain Mbok Jum, juga mencoblos seorang anak perempuannya yang kerja di pabrik abon, anak lelakinya yang kerja di pabrik es di Tangerang (khusus pulang untuk mencoblos, dan diberi kesempatan oleh juragannya untuk pulang), juga kedua cucunya yang kerja di pabrik garmen (di Boyolali banyak pabrik garmen). Jadi sudah mirip Lebaran buat Mbok Jum, bisa bertemu hampir semua anak cucunya. Tapi anaknya yang di Madiun tidak pulang, karena sudah menetap dan ber KTP Madiun, sehingga mencoblos di Madiun.

Tentu saja saya tidak bertanya apa yang dicoblos Mbok Jum, biarlah itu menjadi rahasianya. Mbok Jum cerita kesulitan mencari di surat suara DPRD, caleg yang dia kenal karena kerabat dari mantan kepala desa.

Mungkin kesulitan Mbok Jum saat mencari bus, pertanda antusiasme yang tinggi dari para sopir bus untuk mengikuti pemilu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline