"Aku mencari sekolah orang - orang bodoh"
~~~~
Masih segar di ingatannya ketika membandingkan kota itu dengan desanya sendiri, yang tak ada telepon, tak ada mobil, tak ada motor, tak ada lampu - lampu jalan, aspal, dan tak ada buku (ada tapi ekslusif). Disisi lain ia tidak terlalu kaget dengan pemandangan kota, meskipun tak ada televisi dan radio di desanya, ia beruntung karena di desanya memiliki beragam buku yang menceritakan kota, dan macam - macam hal yang tak ada di desanya, ia selalu dengan tekun memandangi buku - buku itu dari hari ke hari, setelah kedatangan surat, dan di izinkan masuk oleh kepala desa.
Buku jadi benda yang paling Eksklusif dan nyaris sakral di desanya yang tak memiliki listrik dan pesawat telepon itu - hanya surat sebagai alat komunikasi. Kepala desa adalah satu - satunya orang yang boleh memasuki ruangan itu sebagai bentuk upacara adat seorang pemimpin desa, selain itu, tidak ada orang yang memiliki akses ke tempat penyimpanannya buku di lemari - lemari kayu, termasuk ia sendiri, sebelum kepala desa mengumumkan bahwa ia menjadi utusan desa untuk belajar di kota, "Maggie Andreas, ini ada surat dari kota, katanya kamu di minta kesana dan belajar disana" kata kepala desa, suatu waktu saat rapat bersama dan ada Maggie, bocah enam belas tahun yang di undang karena surat dari kota.
"Dan untuk persiapan sebelum berangkat, kau boleh memasuki ruangan buku kita itu, tapi jaga kesucian tempat itu, ingat!", dan dengan hati berbunga - bunga, ia melenggang menuju ruang buku nan sakral itu, ia tak begitu kaget dengan surat dari kota, sebagaimana ia sering menyaksikan beberapa orang yang begitu khusus pergi kesana karena mendapatkan surat dan tak pernah kembali lagi, konon mereka mati karena memakan makanan yang tak sama dengan makanan orang - orang di desa.
~~~~
Sudah lebih dari enam sekolah yang di datangi oleh Maggie, dan ia masih belum mendapatkan kriteria yang di inginkannya, dari keenam sekolah yang sudah dia daftarkan nama, tak satupun yang menerima orang - orang bodoh, kenyataan pahit itu datang setelah beberapa kali ia bertemu dengan anak - anak seumurannya yang berwajah sedih tak lulus dari ujian masuk sekolah - sekolah itu, dan ia harus bersusah payah menenangkan mereka yang seperti seorang penyakitan itu,
"Kau harusnya bangga kawan, kau orang bodoh dan sekolah akan menerima orang - orang bodoh seperti kita" teman di depannya yang kecewa itu menarik nafas dan memandang Maggie,
"Sekolah ini tidak begitu kawan!", Ia menjawab pertanyaan Maggie yang aneh seperti seorang yang berasal dari peradaban kuno.
"Kalau begitu aku datang ke tempat yang salah, kawan", Maggie memandang papan di atas pintu gerbang tak jauh dari tempatnya duduk, "rupanya aku yang salah, di pintu gerbang itu tak tertulis menerima orang - orang bodoh", Maggie beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan seorang bocah gemuk yang masih sesenggukan dengan rasa kecewa yang dalam.
~~~~