Lihat ke Halaman Asli

Gerardus Kuma

Non Scholae Sed Vitae Discimus

Potret Pendidikan "Orang-Orang Oetimu"

Diperbarui: 8 Desember 2020   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel Orang-Orang Oetimu karya Felix. K. Nesi. Dok.pribadi.

Orang-Orang Oetimu. Novel karya Felix K. Nesi ini menjadi pemenang I sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta 2018 dan kemudian diterbitkan Marjin Kiri tahun 2019. Oetimu yang menjadi judul merupakan latar cerita novel tersebut.

"Oetimu terletak di ujung selatan kecamatan Makmur Sentosa, menghubungkan kota kecamatan dengan kampung-kampung lama" (hal.54). Walau novel ini adalah karya fiksi, namun latar ceritanya memang nyata. Oetimu adalah sebuah daerah di pelosok Nusa Tenggara Timur.

Orang-Orang Oetimu mengisahkan kehidupan social orang Timor. Berbagai bidang kehidupan orang Timor dipotret dalam novel ini. Salah satu adalah pendidikan. Melalui novel ini Felix memotret "kehidupan" pendidikan (formal) di daerah terpencil, tertinggal dan terluar (3T).

Nelson Mandela pernah berujar, "Education is the most powerful weapon which you can use to change the world." Pendidikan memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup suatu bangsa. 

Bangsa yang maju dan bisa bersaing dalam percaturan global adalah bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia adalah pendidikan. 

Dengan dan melalui pendidikan, sumber daya manusia dibentuk. Maka tepatlah apa yang dikatakan Nelson Mandela tersebut, dengan pendidikan kamu dapat mengubah dunia.

Sumber daya manusia yang berkualitas hanya dibentuk lewat pendidikan yang berkualitas. Pendidikan berkualitas harus didukung oleh sarana prasaran yang memadai. 

Namun bagi orang Oetimu, pendidikan yang berkualitas adalah sebuah utopi. Menikmati pendidikan dengan fasilitas yang layak adalah mimpi yang entah kapan akan terwujud. Orang Oetimu harus menerima kenyataan mengenyam pendidikan dengan kondisi (fasilitas) yang memprihatinkan.

"Gedung SMA itu sederhana saja, hanya los panjang berdiding bebak beratap alang-alang yang disekat menjadi tiga ruang; satu ruang kelas, satu ruang kepala sekolah dan satu ruang guru. Siswanya banyak tapi hanya sedikit yang berseragam. Banyak dari mereka yang tidak memakai sepatu dan tidak mempunyai topi" (hal.60).

Kondisi ini merupakan adalah suatu ironi bila disandingkan dengan tujuan bernegara. Salah satu tujuan berdirinya Bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan UUD'45 adalah mencerdaskan kehidupan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline