Lihat ke Halaman Asli

Koteka Kompasiana

TERVERIFIKASI

Komunitas Traveler Kompasiana

Mari Gabung Kotekatalk-118, "Wonderful Indonesia: Camping di Tulungagung"

Diperbarui: 1 Desember 2022   23:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sabtu ini kita ke Tulungagung, kota marmer (dok. Canva/Koteka)

Hi, everyone, apa kabar?

Masih sehat dan bahagia, bukan.

Sabtu lalu Mimin sudah mengajak kalian jalan-jalan ke Banyuwangi. Kompasianer Asita DK yang suka jalan-jalan dan menulis buku traveling sudah banyak membagikan rahasia kecantikan kota yang berseberangan dengan Bali. 

Rupanya cerita tentang asal muasal Banyuwangi sangat menarik. Kata mbak Asita, bermula dari kisah Sri Tanjung dari Blambangan. Kota Oseng yang juga disebut kota Santet itu menyimpan sejarah mengapa kota disebut Banyuwangi. Ternyata karena waktu Sri Tanjung dituduh suaminya telah selingkuh dengan raja dan dibunuh, air sungai di mana ia dibuang, baunya wangi. Kalau baunya tidak sedap berarti betul adanya bahwa Sri ternoda. Nyatanya, suami Sri Tanjung berteriak "Banyu wangi, banyu wangi ..." yang berarti banyu atau air dalam bahasa Jawa, harum atau wangi. Wangi adalah lambang kesucian. 

Jika ditanya bagaimana caranya dari Jakarta ke sana, mbak Asita menyebut beberapa alternatif: dengan pesawat Rp 2, 5 juta PP, atau kereta api Rp 250 ribu sekali jalan, atau bus khusus seharga Rp 550.000 (tiba di tempat). Nah, pilih mana? Bagi kalian yang ada di Bali, tinggal menyeberang dengan ferry. Harganya pun tidak mahal kira-kira Rp 10.000.

Saat sudah sampai, silakan menikmati tempat wisata heboh seperti Gunung Ijen, di mana tambang belerang dan api warna biru bisa dinikmati wisatawan. Karena jarak tempuhnya jauh, kira-kira 3 jam dengan jalan kaki seperti yang dialami mbak Asita, barangkali ada teman-teman yang kurang fit tapi ngotot pengen sampai ke atas dengan segala halang rintangnya. Tentu saja ada solusi. Sekarang ini sudah ada jasa angkut trolley Rp 800.000 pp. Dengan begitu,  pekerja tambang yang banting setir menjadi sopir dorong itu akan memperpendek jarak menjadi 1 jam saja. Satu trolley akan dibantu 3 personil, yang bergantian mendorong wisatawan. 

Turun dari gunung, disarankan untuk mampir ke desa Oseng. Di sana suasananya masih alami. Di mana, musik lesung masih lestari dan masih banyak orang yang makan sirih sehingga gigi, bibir dan lidahnya merah. Ditambahkan tarian Gandrung, yang ternyata terkenal sampai ke seluruh penjuru dunia itu, akan menyambut para wisatawan rombongan. Gandrung Sewu biasa digelar dalam sebuah festival di bulan Oktober atau November. Oh iya, selain tarian Gandrung ada tarian Seblang dari Banyuwangi, yang disebut sebagai tarian mistis. 

Tahu kan Kemenpar lagi gencar mempromosikan paket desa atau kampung wisata di seluruh Indonesia? Sehingga selama pandemi, program di Indonesia aja menjadi sukses. Nah, untuk tujuan desa wisata ini, biasanya satu group dikenai 3 juta atau Rp 150.000 untuk setiap orang , dengan total peserta 20. Wah asyik ya, jadi ngimpi mimin ngadain Kotekatrip di sono. Ada yang mau?

Selain itu, taman nasional Baluran adalah tempat yang bagus untuk dikunjungi. Di mana ada rusa, monyet dan mangrove. Kembali ke alam dengan flora dan fauna pasti juga seasyik berkumpul bersama manusia. 

Pulau Merah juga menjadi obyek yang menarik. Namanya saja merah, meriah, euy!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline