Lihat ke Halaman Asli

Paham Literasi Finansial Itu Hidup dan Mati Kita

Diperbarui: 24 Juli 2022   17:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi menabung| Dok Pixabay.com

Tentu diksi ini tentang bagaimana mengelola keuangan atau finansial dengan literasi, yang mana itu dapat menjadi nilai hidup dan mati kita. Apakah kita semua harus sadar finansial saat ini? Tidak ada lagi tabu ngomongin uang sebagai akomodasi utama hidup?

Salah satu yang masih menjadi pemandangan umum saat ini baik dikalangan generasi milenial dan juga diatasnya adalah masih menganggapnya bahwa rezeki itu tidak akan ke mana.

Tentu dalam arti ketika kita banyak membelanjakan uang sebagai salah satu instrumen dari rezeki, ditambah uang itu tidak kita belanjakan sendirian melainkan untuk mentraktir teman, keluarga, atau saudara.

Kita selalu menganggap bahwa nanti akan diganti oleh; "orang berpikiran yang akan mengganti oleh kebaikan itu sendiri atau sesuatu yang mungkin sebelumnya sudah diyakininya". Bahwa sesuatu akan mendapat gantinya jika ia berkontribusi dengan yang lain itu hal dasar kepercayaan.

Akan tetapi, benarkah semua itu kita harus optimis bahwa apapun kebaikan tentang keuangan "rezeki" kita akan terus diganti, yang terpenting kita optimis memandang hal itu sebagai bentuk kebaikan untuk kita?

Saya memang tidak akan menyalahkan orang yang optimis akan kebaikan-kebaikan mereka sendiri. Sebaliknya saya juga tidak akan menghalau atau apapun itu tentang kegiatan yang menurut mereka "kebaikan", itu adalah urusan pribadi yang mungkin saja mereka itu mampu mengakomodasi itu.

Sebab kondisi keuangan setiap orang tentu berbeda-beda. Tetapi melihat bagaimana zaman, bagaimana kita harus benar-benar secara kritis tetap menghitung antara pengeluaran dan pendapatan kita akan finansial itu sendiri untuk saku hidup.

Apakah selalu kebaikan menjadi dasar tetap dilakukan "kebaikan" itu meski kita sendiri aslinya kurang dalam finansial mengakomodasi kebaikan, hanya karena masalah gensi atau apapun itu alasannya tidak ada kontrol dalam keuangan kita?

Budaya pekiwuh atau "perasaan gak enakan" memang sudah menjadi hal yang wajar ada disekitar kita, bahkan kita sendiri pasti pernah merasakan itu sebagai sebuah budaya yang berkembang sejak itu.

Sebagai contoh ketika kita; khususnya orang-orang Indonesia di lingkaran sekitar pertemanan kita. Pasti ada sesuatu yang tabu dibicarakan yakni tentang masalah uang di tongkrongan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline