Lihat ke Halaman Asli

Keikhlasan Seorang Tukang Cukur

Diperbarui: 20 September 2015   23:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Waktu jam mengajar telah selesai, bel tanda pergantian jam pun telah di bunyikan. Saat itu saya keluar kelas, dengan rasa letih dan haus. Kemudian saya berniat untuk mengambil air minum di ruang guru. Tanpa basa basi saya langsung menuju sebuah guci galon di pojok ruangan. Dan ternyata air dalam galon tersebut telah habis dan belum di ganti oleh sebut saja Pak Asyik.

Dengan begitu akhirnya saya putuskan untuk membeli minum di luar. Di depan sekolah ada sebuah warung, bisa di sebut warung kopi. Di situlah saya membeli minum segelas es teh manis. Seteguk demi seteguk saya minum dengan perlahan tapi pasti, sembari mencicipi snack ringan di warung tersebut.

Tak lama kemudian datang seseorang yg sudah berusia lanjut, ia berjalan dengan membawa kotak dan kayu lipatan yang bisa di jadikan kursi duduk. Di buka dan pasang kursi itu di sebelah pagar sekolah, dan kotak tersebut di letakkan di atasnya.

Beliau berjalan mendekat, menuju ke warung tempat saya sedang duduk. Beliau memesan secangkir kopi hitam kemudian duduk di depan saya sembari makan kacang kulit yang begitu renyah rasanya.

Tak lama kemudian, karena saya penasaran dengan apa yang di bawa oleh Bapak tersebut, karena saya sering kali melihat beliau lewat depan sekolah dengan membawa perangkatnya tersebut. Lalu saya tanya sama beliau,

Saya : Pak, apa yang bawa itu???

Bapak : Alat cukur rambut pak

Saya : Alat cukur rambut??? Bapak ini apakah tukang potong keliling??

Bapak : Iya pak, saya tukang potong keliling

Saya : Dengan berjalan kaki begini pak???

Bapak : Iya,,,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline