Lihat ke Halaman Asli

Surat Cinta untuk KH. Luthfi Bashori (2)

Diperbarui: 24 Februari 2016   01:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bismillahirahmanirrahim.

Setelah menjadi palu godam NUGL, yang sunnah sayyiah-nya dalam tradisi NU dipublikasi oleh KH. Luthfi Bashori dalam web pribadinya, kini fitnah itu telah memapar dan membentang. Api telah disulut bensin. Terbentuklah keinginan yang dirasuki semangat menyala-nyala, terpercik dari api kemarahan, yang notabene adalah unsur keiblisan. Ada yang dengan bangganya membentuk Ansor GL. Dan, sebagian sedang mempersiapkan sebuah kasak-kusuk Munas.Sunnah sayyiah, untuk menandingi Jam`iyah NU yang didirikan Mbah Hasyim Asy`ari dan para pendiri NU, dengan nama NU GL, berentek dalam kemarahan-kemarahan. Sejenis ini, kami lihat bukan watak dan bukan jiwa dari para pakubumi, guru-guru Nahdliyin.

Ooooh…. Kyai Luthfi Bashori, tak puaskah dengan menandingi Jam`iyah NU yang didirikan Mbah Hasyim Asy`ari, dengan membuat sunnah sayyiah nama NUGL ini engkau publikasikan, sampai-sampai engkau sendiri perlu dipublikasi dengan digelari sebagai Imam Besar NUGL. Imam Besar. Ya, betul Imam Besar. Itulah gelarmu di NUGL. Rais Kabir. Semangatmu sebagaimana engkau deklarasikan sendiri sebagai “Pejuang Islam Sejati NUGL”, telah dituntaskan dalam jubah besar “Imam Besar NUGL”. Nama gelar kebesaran ini dicatat, dhahiran wa bathinan. Sejarah telah membuktikan, setiap tandingan di dalam Jam`iyah NU yang didirikan Mbah Hasyim Asy`ari ini, pupus dan layu.

Tak malukah engkau kepada Allah. Yang mengaku Pejuang Islam Sejati, masih membutuhkan nama-nama dalam jubah. Nama kebesaran. Nama keagungan. Nama yang kalau engkau renungkan sampai pada titik huruf ra, huruf alif, huruf ya, dan huruf sin (rais); di kedalamannya, di sumber asalinya, masihkah engkau silau dengan jubah-jubah besar itu. Masihkah dalam kesemuan makhluk ini, manabalkan jubah kebesaran, Imam Besar, bisa membuat engkau tidur nyenyak di hadapan Allah. Subhanalloh. Astaghfirulloh.

Ada dua simbol yang kami terima dari Perguruan Ilmu-Ilmu Sunan Kalijogo, yang membuat kami harus mengabarkan dan mengirim surat cinta kedua ini:

Pertama. Inilah yang kami terima dari sudut kami terhadap fenomena Imam Besar dan kawan-kawannya ini, NUGL. Setelah berziarah ke makam salah satu auliya. Betapa terangnya. Kami dihadang oleh perkelahian anak-anak remaja. Saling membawa pentungan. Saling caci maki. Di dalam dirinya hanya kemarahan yang dilampiaskan. Saling banting. Mereka menebarkan perpecahan dan kebencian di kampung-kampung. Lalu kami pun terjaga.

Oooooooh… Inilah yang kami lihat tentang fitnah dan api di organisasi NU. Perkelahian, ketidakdewasaan, dan kemarahan kami lihat dalam NUGL. Oleh karena itu, pentungan kitab kuning, kemarahan membawakan ayat-ayat dan dalil, dan lain-lain, telah membenamkan rasa welas asih dan doa kepada sahabat yang sedang tidak disetujuinya. Dilemparkanlah kebencian, sampai pada taraf permusuhan, dan memecahbelah. Ini bukan watak seorang Nahdliyin yang bersumber dari para guru NU. Bukan watak kader-kader yang berakhlak seperti Kanjeng Nabi Muhammad. Ya ini bukan watak dari seorang yang merawat tanaman yang bernama NU, Indonesia, dan manusia, yang telah diteladankan para guru waskito di kalangan NU. Kegemarannya mengumbar kemarahan, kebencian, dan menciptakan pecah belah, bukan akhlak seorang guru Nahdliyin. Kemarahan, api, dan kebencian, sebagai anasir dalam keiblisanlah yang telah menyergapnya.

Kedua. Menanam diri kembali dalam sujud. Setelah berziarah ke makam auliya yang lain, kami diberi satu pelajaran. Untuk mengatasi keadaan, bukan menabalkan nama-nama besar dan jubah kebesaran, dengan membo-membo supaya diakui besar, dengan dipanggil sebagai Imam Besar.

Sujud kembali adalah kuncinya. Menanam diri kembali ke tanah yang tidak dikenal. Agar menghasilkan buah matang. Sembarang buah saja, tidak cukup, meskipun bisa dimakan. Buah matang, bila dibagikan kepada tetangga, kepada anggota keluarga, dan kepada masyarakat, yang dilandasi dengan keikhlasan, akan dirasakan kenikmatannya. Masyarakat, warga NU, dan umat akan menja
di senang dan bahagia, manakala yang diberikan oleh para pemimpin berupa buah matang. Buah matang adalah hasil dari menanam kembali ke dalam tanah yang tidak dikenal. Cara kemarahan, cara kebencian, cara mengadudomba, dan cara mencela ke sana kemari, belum menampakkan penempaan diri yang membuahkan kematangan.

Itu yang disebut dalam khazanah perguruan kami dengan sujud dan menanam diri dalam tanah yang tidak dikenal. Lakunya ilmu pitu: bathuk 1, sikil 2, tangan 2, dengkul 2, yang semuanya 7 harus senantiasa sujud. Berilah masyarakat dan umat ini dengan hasil penempaan yang menghasilkan buah matang. Kami lihat, anak-anak kecil yang belum dewasa, saling membawa pentungan, saling lempar cacian, menebar kebencian, mengadudomba, menyakiti, dan perilaku keji lain sedang dipertontonkan; yang notabene bukan akhlak dan jiwa Nahdliyin. Mereka semua telah mengangkatmu sebagai Imam Besar NUGL.

Kalau engkau memahami ini, dari kedalamannya. Oh… Mari segera kembali lagi kepada Allah. Rahmat Allah dan kasih sayang para guru tidak pernah kurang, meskipun sang murid pernah salah jalan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline