Lihat ke Halaman Asli

Khusnul Kholifah

Ibu dan Pendidik

Urgensi Kepekaan Sosial terhadap Pemulihan Korban KDRT pada Kasus Pembunuhan di Jagakarsa

Diperbarui: 15 Januari 2024   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi KDRT (THINSTOCK/LOLOSTOCK)

Sungguh pilu rasanya pertama kali mengetahui berita pembunuhan ini. Terlepas dari bagaimanapun kondisi kejiwaan sang ayah sekaligus tersangka pembunuhan, menghilangkan nyawa orang adalah tindakan keliru, keji, dan sama sekali tidak dibenarkan. Apalagi yang dihilangkan nyawanya adalah anak-anaknya, bukan cuma satu bahkan empat anak sekaligus. Sungguh miris rasanya.

Anak-anaknya masih kecil, usia dimana anak-anak sedang menikmati dunianya untuk bermain dan bermain. Sungguh kabar ini sangat menyesakkan dada apalagi saya juga seorang ibu yang memiliki anak seumuran dengan mereka.

Bagaimana kondisi terkini Ibunya?

Ingin sekali rasanya memelukmu erat, Bu.

Tak pelak sang ibu harus menghadapi kepahitan bertubi-tubi. Setelah tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialaminya oleh sang suami, kini sang ibu harus mengikhlaskan dan merelakan keempat malaikat kecilnya kembali ke pangkuan Tuhan Yang Maha Esa dengan cara yang "tidak wajar". Belum lagi kondisi kesehatan fisiknya pulih sempurna, kini disusul kesehatan psikisnya yang sangat tidak baik-baik saja.

Banyak sekali pemicu KDRT, diantaranya : (1) perselingkuhan, (2) masalah ekonomi, (3) budaya patriarki (ideologi bagaimana laki-laki mendominasi), (4) campur tangan pihak ketiga (misal keluarga), (5) bermain judi, (6) perbedaan prinsip, (7) alkoholisme, (8) penggunaan narkoba, dan lain-lain. 

Kabar yang beredar di khalayak dan media, sang ayah melakukan kedua tindakan keji tersebut karena faktor kecemburuan terhadap istri sekaligus ibu dari keempat anaknya yang dibunuh.

Mengikhlaskan dan "melupakan" atas kehilangan sosok yang teramat dicintai apalagi dalam kasus ini adalah keempat buah hatinya bukanlah perkara mudah. Ibu terluka secara fisik dan mentalnya.

Sumber : Kementerian PPPA (kolase)

Dalam masa berkabungnya, sangat dibutuhkan sosok yang dapat menjadi pelipur segala laranya. Namun, siapa sangka, sang ayah yang harusnya menjadi nahkoda mahligai rumah tangga dan pemimpin keluarga justru yang memporak-porandakan serta menghancurkan keluarga kecilnya.

Betapa berat sang ibu menjalani hari-harinya tanpa sosok yang selalu ia rindukan saat di tempat kerja. Kini, sepulang dari kerja tiada lagi buah tangan yang ibu beli dan bawakan untuk anak-anaknya. Teringat pula masa-masa kehamilan dan menyusui mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline